TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga gas bumi yang dijual ke tujuh industri dilakukan penyesuaian, di mana sebelumnya maksimal diharga 6 dolar AS per MMBTU.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, kenaikan harga gas bumi tertentu bisa terjadi lantaran kondisi masing-masing lapangan migas yang semakin tua dan membutuhkan biaya yang lebih besar.
“Adapun jika biaya besar otomatis kita juga gak bisa potong (harga gas hulu) juga lebih banyak. Misalnya 6 dolar AS per MMBTU, harga gasnya 4 dolar AS per MMBTU untuk hulu. Sekarang biaya naik misalnya menjadikan harga gas di hulu menjadi 5 dolar AS per MMBTU,” ujar Tutuja dikutip dari Kontan, Jumat (16/6/2023).
Baca juga: Pelaku Usaha Berharap Pemerintah Tak Ubah Harga Gas Industri
Perubahan harga ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 91.K/MG/01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
Melalui aturan baru tersebut, secara otomatis mencabut Kepmen ESDM Nomor 134.K/HK.02/MEM.M/2021
Menurut Tutuka, pemerintah berhati-hati dalam mengambil keputusan kenaikan harga gas untuk sektor industri, supaya biaya yang naik dan pelaksanaan HGBT tidak mengurangi penerimaan KKKS.
“Sehingga harga masih paling minimal dijangkau,” ujarnya.
Adapun aturan penyesuaian harga gas bumi tertentu (HGBT) ini ditegaskan oleh Tutuka bersifat mengikat bagi pelaku usaha.
Melansir lampiran Kepmen terbaru, kenaikan HGBT ini misalnya terjadi pada pengguna gas bumi tertentu industri petrokimia yang berada di wilayah Jawa Bagian Barat dan Lampung melalui PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS). Di sana ada sekitar 44 perusahaan yang merasakan kenaikan harga gas ini.
Misalnya saja sumber pasokan gas bumi dari PT Pertamina EP-WK PEP (Aset II) di mana pasokan untuk seluruh pengguna HGBT melalui PGN di wilayah JBB dan Lampung, harga gas bumi tertentu di plant gate naik menjadi US$ 6,5 per MMBTU dari yang sebelumnya US$ 6 per MMBTU.
Harga gas bumi di plant gate dari WK Corridor juga mengalami kenaikan menjadi US$ 6,5 per MMBTU dari sebelumnya US$ 6 per MMBTU.
Pada April 2023 lalu, Tutuka pernah menjelaskan, Pemberian harga gas murah kepada 7 sektor industri memberikan dampak pada penerimaan negara yang minus lebih dari Rp 26 triliun dalam dua tahun terakhir.
Dia menjelaskan, terjadi penurunan penerimaan bagian negara akibat penyesuaian harga gas bumi dalam rangka implementasi HGBT setelah memperhitungkan kewajiban pemerintah kepada kontraktor yang senilai Rp 16,46 triliun pada 2021 dan Rp 12,93 triliun pada 2022.
Kewajiban pemerintah kepada kontraktor ini sejatinya tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 121 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.
Dalam beleid tersebut menyatakan penerimaan KKKS tidak boleh berkurang (kept-whole) di saat HGBT dilaksanakan. Artinya, jika harga gas di hulu mau diturunkan, maka penerimaan negara yang harus dikurangi. (Arfyana Citra Rahayu/Kontan)