News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Produsen Rokok Makin Terjepit, Dibutuhkan Uangnya Tapi?

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Buruh mengerjakan pelintingan rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) di pabrik rokok Gajah Baru, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu.

"Menimpakan salah satu penyakit hanya akibat rokok saja rasanya tidak adil," imbuh dia.

Baca juga: Tembakau Disetarakan dengan Narkotika di RUU Kesehatan, Wakil Ketua MPR: Bisa Berdampak ke Petani

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menilai, apapun kondisi ekonominya, industri rokok tidak akan mati karena konsumennya selalu ada. Hanya saja, jika kebijakan tarif cukai tinggi terus berlangsung, kemungkinan para konsumen akan lebih selektif membeli rokok yang diinginkannya.

Kontribusi 13 Persen dari APBN

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pengaturan produk hasil tembakau selama ini dioptimalkan dengan mengembalikan fungsi cukai yaitu pengendalian lewat mekanisme fiskal.

“Penerimaan negara cukup besar berasal dari kontribusi CHT (Cukai Hasil Tembakau). Sekitar 10 sampai 13 persen dari porsi APBN selama lima tahun terakhir dari satu industri,” kata Nirwala di Jakarta, Kamis (22/6/2022).

Nirwala menegaskan, yang perlu dilakukan adalah evaluasi implementasi jika memang dibutuhkan. “Bukan mengubah atau membuat regulasi baru,” tegasnya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo menegaskan hal serupa.

”Menjadi sebuah urgensi untuk menjaga eksistensi ekosistem pertembakauan. Industri Hasil Tembakau (IHT) adalah motor penggerak ekonomi nasional mengingat size of business IHT ini dari hulu ke hilir (single commodity) yang luar biasa,” dia mengingatkan.

Terlebih, IHT juga dinilai mempunyai peran besar untuk menggerakkan perekonomian lainnya.

Edy memaparkan, industri ini memiliki efek sampai pada akar rumput (grassroot) seperti pertanian.

“Dalam dinamika perekonomian nasional, Industri Hasil Tembakau menjadi penopang atau bantalan ekonomi. Kita harus menyikapi dengan bijaksana regulasi-regulasi yang ada,” sarannya.

Hal tersebut berkaitan dengan polemik atas pasal tembakau dalam RUU Kesehatan, yakni mulai dari Pasal 154 sampai 158 termasuk di dalamnya terdapat rencana penyetaraan tembakau dengan alkohol, narkotika, dan psikotropika.

Selain itu juga potensi tumpang tindih kewenangan kementerian berkaitan dengan standarisasi kemasan produk.

Padahal, dalam naskah akademik RUU Kesehatan dimaksud, tidak ada kajian dan analisis yang bisa memperkuat argumen pasal tersebut.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini