News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Batalkan Proyek PLTU 13,3 Gigawatt hingga Gunakan EBT, Ini Upaya Bos PLN Lanjutkan Transisi Energi

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi suasana aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Cilegon, Banten.

Darmawan menegaskan bahwa co-firing ini dilakukan tak sekedar mengurangi emisi, tetapi juga memberdayakan masyarakat dan membangun ekonomi kerakyatan.

“Kehadiran program ekonomi kerakyatan co-firing ini juga merupakan langkah nyata PLN menjawab persoalan global. Mewujudkan Indonesia yang bersih dan mandiri energi. Meningkatkan kapasitas nasional dengan prinsip Environmental, Social and Governance (ESG),” ucapnya

Baca juga: PLN Hasilkan Listrik 18,9 Gigawatt dari PLTA dan PLTHM, Manfaatkan Melimpahnya Sumber Daya Air

Sejalan dengan peluncuran perdagangan karbon di subsektor Pembangkit Tenaga Listrik oleh Kementerian ESDM pada tahun ini, PLN memastikan keikutsertaannya dengan melibatkan 21 PLTU (55 unit/mesin) yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.

Perdagangan karbon yang dilakukan melalui perdagangan emisi antar PLTU dan offset emisi dari pembangkit rendah karbon, merupakan bagian dari strategi PLN untuk mendukung dekarbonisasi dan mengembangkan bisnis hijau baru.

Selain menurunkan emisi dengan mengurangi pembangkit listrik fosil, PLN juga terus mengembangkan penggunaan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan.

PLN bersama Pemerintah telah menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 menjadi RUPTL paling hijau sepanjang sejarah Indonesia.

Sebesar 51,6 persen dari total tambahan kapasitas pembangkit atau 20,9 GW akan berasal dari pembangkit EBT.

Upaya ini akan menghindari dan menurunkan 1,2 miliar ton emisi CO2. Tidak hanya pembangkit, di saat bersamaan, PLN juga melakukan transformasi digitalisasi pada sisi pembangkit, transmisi dan distribusi agar bisa mendukung penggunaan pembangkit EBT.

"Dulu intermitensi hanya ada di sisi demand. Namun dengan masuknya pembangkit EBT, membuat fluktuasi juga terjadi di sisi supply. Untuk itu kita perlu siapkan sistem kelistrikannya agar lebih optimal dalam menghadapi dinamika dari pembangkit EBT,” tambah Darmawan.

Di sisi hilir, PLN juga menjadikan energi hijau menjadi sebuah layanan. PLN memiliki produk listrik hijau dengan green tariff bagi pelanggan yang membutuhkan listrik yang berasal dari listrik EBT.

“Dulu banyak perusahaan yang beroperasi di negara kita membeli REC di negara lain, hari ini kami telah menyediakannya dan banyak perusahaan yang telah menggunakannya,” pungkas Darmawan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini