Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - PT PGN Tbk yang merupakan Subholding Gas Pertamina menilai kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) senilai 6 dolar Amerika Serikat per MMBTU (Juta British Thermal Unit) memberatkan sektor industri hulu migas.
Diketahui, kebijakan penetepan HGBT terdiri atas volume gas bumi, harga penyesuaian, dan tarif penyaluran gas bumi yang terdiri atas biaya transportasi dan biaya midstream.
Secara keseluruhan, harga gas tersebut berlaku bagi tujuh golongan industri, yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Baca juga: Diisukan Jadi Dirut Pertamina, DPR: Ahok Tak Punya Prestasi di Bidang Migas
"Jadi, dengan harga 6 dolar AS (per MMBTU) memang di hulu banyak menderita dan di midstream menderita," ungkap Direktur Utama PGN, Arief Setiawan Handoko dalam acara diskusi di Indonesia Convention Exhibition Tangerang, Rabu (26/7/2023).
Ia melanjutkan, HGBT justru menguntungkan industri hilir. Arief mengungkapkan, terdapat peningkatan permintaan untuk industri senilai 15 persen per tahun.
"Peningkatan permintaan untuk industri pada saat adanya HGBT ada peningkatan 15 persen per tahun. Jadi bisa dikatakan cara efektif meningkatkan permintaan kita sudah tahu harganya dulu," paparnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Deputi Keuangan dan Monetisasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Migas (SKK Migas) Kurnia Chairi mengatakan, tujuan Indonesia menerapkan aturan tersebut yakni bagaimana upaya mendukung pembangunan ekonomi.
Kurnia juga mengungkapkan, pihaknya bersama stakeholder terkait bakal melakukan evaluasi.
Stakeholder terkait yang dimaksud yakni seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Perindustrian.
"Di SKK Migas akan berkomitmen memainkan peran untuk menyeimbangkan semua proses midstream hulu hingga hilir, jadi setuju harus melakukan evaluasi," pungkasnya.