TRIBUNNEWS.COM - Bagi ibu dari dua anak perempuan, Alsi Mega Marsha Tengker atau akrab disapa Caca Tengker, menjadi orang tua di zaman serba modern ini tidaklah mudah. Begitu banyak sumber informasi yang didapat oleh anak dari dunia luar, dan orang tua tidak bisa mengatur atau menghalangi 100 persen informasi yang diserap anak.
Jadi, yang harus dilakukan oleh orang tua adalah menghadirkan rumah yang nyaman bagi anak. Di rumah yang nyaman, anak dapat menerima kasih sayang dan perhatian orang tuanya. Hal ini berfungsi sebagai ‘bekal’ bagi anak agar ketika ia keluar rumah, sang anak sudah memiliki pemahaman dan kesadaran akan dirinya sebelum menerima informasi yang berbagai macam tersebut. Dari sini ketika anak melihat konten yang ada di internet dan menampilkan barang yang ia tidak punya dan ia inginkan, anak akan lebih mudah diberi edukasi dengan cara diskusi dan pengertian. Caca akan menjelaskan mana barang yang sekiranya berguna dan menjadi prioritas untuk dibeli terlebih dahulu. Lambat laun, anak akan memahami dasar dari literasi finansial yaitu bisa membedakan kebutuhan dan keinginan.
Menariknya, Caca membuka sesinya di acara DXPO Talks by Danamon di Central Park Mall pada tanggal 23 Juli 2023 tidak dengan langsung membahas parenting. “Di tengah semua kesibukan ibu bekerja, kadang kita ada rasa bersalah karena waktunya jadi kurang untuk anak. Tapi, seorang ibu butuh waktu untuk aktualisasi diri dulu, menyayangi diri sendiri dulu. Ibu yang bahagia akan lebih bisa menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya,” tekan Caca.
Psikolog berusia 34 tahun ini menekankan bahwa ilmu parenting itu tidak ada yang one size fits all, karena harus melihat kebutuhan dan perbedaan dari setiap anak. Sehingga, peran orang tua di sini adalah memahami keunikan dan karakteristik dari anaknya sendiri. Bagi Caca, ia selalu berupaya untuk menerapkan kesadaran kepada dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum ke anaknya. Ini penting agar orang tua lebih mudah menanamkan kesadaran kepada anaknya.
“Karena kita itu tidak bisa mengatur anak itu bakal paham atau tidak omongan kita. Yang bisa kita kelola adalah komunikasi kita, dari orang tua ke anak. Harus koneksi dulu, baru koreksi,” tegasnya.
Dari situ, anak dapat memahami apa yang dialami atau dirasakan secara penuh. Ketika anak menginginkan sesuatu dan melakukan tantrum karena keinginannya tidak dipenuhi, orang tua sebaiknya memvalidasi perasaan anak tersebut dahulu. Dengan memberikan validasi, orang tua dapat melakukan koneksi terhadap anaknya karena orang tua berusaha melihat sesuatu dari sudut pandang anak. Namun memang, memberikan validasi bukan berarti mengiyakan semua kemauan anak tersebut. Peran orang tua tetap harus bisa memberikan batasan, di sinilah ketika anak sudah merasa terkoneksi, orang tua harus bisa memberikan koreksi atas perbuatan anak. Caca Tengker selalu menerapkan koneksi terlebih dahulu baru mengoreksi.
“Apalagi dengan adanya media sosial, anak-anak semakin besar kemungkinannya untuk membanding-bandingkan apa yang ia punya dengan milik orang lain. Di sini pentingnya menanamkan kepada anak untuk belajar tidak membandingkan diri dengan orang lain, mensyukuri apa yang sudah kita punyai,” ujarnya.
Di sesi talkshow yang kebetulan bertepatan dengan Hari Anak Nasional ini, Caca juga mengatakan bahwa sulit untuk memberikan pengertian konsep value of money kepada anaknya, karena hal tersebut merupakan hal yang tidak dapat dipegang atau dilihat secara langsung. Jadi cara terbaik menurut Caca adalah, orang tua harus bisa memberikan contoh bagi anak-anaknya. Apabila memang orang tua ingin mengarahkan agar anak tidak boros ketika berbelanja di mall atau ketika “lapar mata” melihat konten di internet, orang tua harus bisa memberikan contoh dengan tidak belanja secara impulsif. Dengan mengenalkan habit finansial kepada anaknya, Caca menegaskan hal ini akan mempengaruhi sifat dan tingkah laku anak-anaknya ketika dewasa kelak.
“Saya percaya dengan memberikan pengetahuan dengan benar, kita bisa membantu anak-anak menjadi mengerti bagaimana untuk mendapatkan sesuatu pasti perlu uang dan tidak bisa terus menerus mengikuti kemauannya, jadi anak lebih bisa bijak dalam mengelola uang, mereka juga jadi bisa ngebedain need vs want,” ungkap Caca Tengker.
Menambahkan pendapat Caca tersebut, Susi Yuliendra, Liabilities Banking & Services Head, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, berkata bahwa pendidikan finansial sejak dini sangat penting. “Mengajarkan basic menabung itu perlu dilakukan sejak dini, dan orang tua harus bisa memfasilitasi serta memberi contoh ke anak. Kesadaran finansial anak itu tidak terjadi dengan sendirinya, jadi orang tua juga harus memberikan contoh menabung,” ujarnya.
Lebih jauh, menurut wanita yang kerap disapa Uchi ini, banyak bank sekarang sudah menyediakan produk tabungan yang cocok untuk anak dan remaja yang fitur-fiturnya sesuai dengan kebutuhan mereka. Danamon sendiri, contohnya, memiliki tabungan Danamon LEBIH Junior untuk anak di bawah 12 tahun, dan Danamon LEBIH Youth untuk remaja usia 12-17 tahun. Keunggulan tabungan seperti ini adalah setoran awal yang ringan, yaitu mulai dari Rp50.000,-.
"Di Danamon LEBIH Youth, selain menabung, anak juga dapat dilatih mengelola keuangan sendiri melalui aplikasi D-Bank PRO. Anak dapat melakukan pembelian pulsa, pengisian e-wallet, dan jajan menggunakan QRIS Danamon. Di sini anak belajar punya tanggung jawab dalam mengatur keuangannya," imbuh Uchie.
Berbicara tentang mengelola keuangan untuk mempersiapkan masa depan anak, Uchie juga mengetengahkan pentingnya memiliki tabungan khusus untuk persiapan pendidikan. Di Danamon, ada Tabungan Cita2Ku yang merupakan tabungan berjangka dengan setoran rutin setiap bulan dengan suku bunga yang kompetitif dan pilihan jangka waktu yang fleksibel. Hanya dengan menabung rutin tiap bulan mulai Rp200.000, rencana pendidikan anak dapat terwujud.
Tidak hanya itu, menurut Caca, “Pada dasarnya anak tidak pernah meminta untuk dilahirkan di dunia. Kita sebagai orang tualah yang memilih untuk memiliki anak. Maka, mempersiapkan masa depan anak adalah kewajiban orang tua, baik secara mental maupun secara finansial untuk memastikan mereka mendapatkan pendidikan yang terbaik di masa depan. Itu adalah hak mereka. Kalau tidak dipikirkan dan dipersiapkan dari sekarang, bisa jadi uangnya terpakai untuk hal lain sama orang tuanya,” kata Caca.
Bahkan, menurutnya, penting juga melibatkan anak dalam perencanaan keuangan untuk pendidikan mereka jika mereka sudah cukup umur.
“Kita bisa jelaskan seperti apa kebutuhannya kalau mereka ingin sekolah di tempat yang mereka mau. Pastikan orang tua melibatkan anak agar mereka punya andil dan memiliki rasa tanggung jawab atas pilihannya. Contohnya, kalau saya menyediakan beberapa pilihan sekolah, nanti anaknya sendiri yang akan pilih salah satu sekolah tersebut,” tutupnya. (*)