Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaku UMKM bidang fesyen batik Dewi (36) bergabung dan mendapatkan pembinaan Sampoerna Enterpreneurship Training Center (SETC).
SETC merupakan program pemberdayaan UMKM yang digagas PT HM Sampoerna Tbk di bawah Payung Program Keberlanjutan Sampoerna Untuk Indonesia (SUI).
Dewi pun terpilih mengikuti Training of Trainer (ToT) bersama 45 UMKM dari seluruh Indonesia. Mereka dilatih untuk menjadi pelatih dan mentor bagi para pelaku UMKM.
Baca juga: Fesyen Muslim NTB ke Pasar Gobal, LIMOFF Dukung 2023 Penenun Desa Sukarara Pecahkan Rekor MURI
“Saya pendamping UMKM, ada yang dari Semarang, Surabaya, dan Malang. Dari sini, saya semakin mengenal lebih dalam SETC, dan saya salut sekali dengan program Sampoerna ini. SETC ini serius untuk membantu, memacu semangat UMKM, dan bikin pengen maju, go international,” katanya dalam keterangan Rabu (9/8/2023).
Setelah setahun bergabung SETC, Dewi semakin terpacu untuk mengembangkan diri dan usahanya, terutama kembali mengaktifkan pemasaran melalui media digital.
Ia berharap, suatu saat produk Ghawean Dewe bisa merambah pasar internasional.
Kesempatan menjual produk melalui Festival UMKM Merdeka pun dianggapnya sebagai peluang untuk mewujudkannya.
Apalagi, ada pembeli dari luar Indonesia yang telah membeli produk-produknya.
Di Festival UMKM Merdeka, Dewi dan beberapa pelaku UMKM lainnya mendapatkan kesempatan untuk memasarkan produk di stan SETC.
“Melalui SETC dan berbagai kegiatannya semoga bisa semakin menggairahkan geliat UMKM di seluruh Indonesia,” imbuhnya.
Pada 31 Juli 2023, Presiden Joko Widodo menyempatkan diri menyambangi stan SETC dan berbincang dengan perwakilan dari Sampoerna mengenai program pemberdayaan dan pelatihan kewirausahaan.
Bisnis yang dijalani Dewi merupakan buah dari ketekunan dan passion yang dirawatnya sejak dari bangku kuliah.
Dewi mengisahkan, dirinya belajar memasarkan dan menjual produk kreasi temannya saat kuliah karena kebutuhan untuk bertahan hidup.
Dewi dan temannya, yang saat itu kuliah di salah satu perguruan tinggi di Padang, Sumatera Barat, tak bisa hanya mengandalkan uang kiriman orangtuanya.
Melihat produk-produk kreasi temannya, Dewi mengajaknya berkolaborasi dan berperan menjual produk tersebut.
“Teman saya itu bisa bikin produk seperti bros, apa pun yang dari kain. Tapi dia enggak bisa jualan. Jadi saya yang jual,” katanya mengenang perjuangan masa lalu.
Awalnya, ada rasa malu karena tak ada mahasiswa lain yang berdagang di kampusnya.
Namun, Dewi mengalahkan rasa malu itu.
Akhirnya, bisnis itu terus berkembang dan pesanan juga meningkat.
Selepas kuliah, Dewi bekerja sebagai pegawai swasta. Akan tetapi, hasrat berbisnisnya tak surut.
Sembari bekerja, Dewi mengasah kemampuannya berbisnis dan menghasilkan produk buatan tangan berbahan kain.
Sekian tahun berjalan, setelah menikah, Dewi dan suaminya melakukan riset sebagai landasan demi mengembangkan usahanya.