News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Asosiasi UMKM Sesalkan Rencana Pemerintah Menaikkan PPN Jadi 12 Persen

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero. Kondisi ekonomi saat ini yang masih belum pulih sepenuhnya, bahkan masih terjadi penurunan daya beli di masyarakat.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menyesalkan rencana pemerintah ingin menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. 

Sebab, pelaku UMKM masih belum pulih di tengah perekonomian yang masih lesu.

Sekretaris Jenderal Akumindo Edy Misero mengatakan, kondisi ekonomi saat ini yang masih belum pulih sepenuhnya. Bahkan, masih terjadi penurunan daya beli di masyarakat.

"Tambahan beban pajak 1 persen ini akan semakan menambah beban," ujar Edy di Jakarta, Kamis (21/11/2024).

Baca juga: Tak Ada Alasan Bagi Pemerintah Terapkan PPN 12 Persen, Masyarakat dan Pengusaha Kompak Menolak

Pemerintah, ucap Edy, sebaiknya fokus membuat kebijakan yang berorientasi pada keberlanjutan dan perkembangan sektor UMKM. Dia mencontohkan, satu di antaranya melalui peningkatan belanja pemerintah dan BUMN untuk produk-produk UMKM.

Selain itu, Edy berharap pemerintah turut serta mendorong pelaku UMKM supaya bisa meningkatkan produksinya.

"Seharusnya kita bisa bersama-sama mendorong agar pelaku UMKM bisa meningkatkan produksinya dari misalnya 1.000 potong menjadi 2.000 potong dalam sebulan," terang Edy.

Sebelumnya, Pemerintah akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Ekonom dari Center of Economics and Law Studies, Nailul Huda, berujar penerapan PPN 12 persen berpotensi mengurangi pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat. Hal ini dinilai kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini