"Oleh karena itu, di 2024 mohon dukungan kami akan keluarkan lagi Pertamax green 92," ucap dia.
Selain itu, Nicke bilang nantinya ada tiga produk BBM yang tersedia yaitu Pertamax green 92 campur RON 90 (pertalite) dengan 7 persen etanol (E7).
"Kedua, Pertamax green 95, mencampur Pertamax dengan 8 persen etanol. Ketiga, Pertamax Turbo," ucap dia.
"Jadi, ada 2 green gasoline, green energy, low carbon yang jadi produk dari Pertamina," imbuhnya.
Pencampuran Etanol
Pakar politik energi Muhammad Badaruddin menjelaskan kewenangan spesifikasi BBM yang beredar di pasaran ada pada Kementerian ESDM, sementara itu soal kapasitas produksi BBM secara nasional berada dibawah Pertamina.
Menurutnya, penerapan standar Euro 4 tentunya akan berimplikasi pada rencana penghapusan BBM dengan Oktan 90 (pertalite) yang saat ini konsumsinya paling besar dan itu butuh persiapan yang matang.
Baca juga: Bensin Etanol Diujicoba ke Innova Reborn Transmisi Matik
“Dari sisi teknis, kemampuan Pertamina untuk memproduksi BBM dengan oktan tinggi 95 dan 98 yang sesuai standar Euro 4 masih sangat dimungkinkan,” kata Badar dalam catatannya, Selasa (29/8/2023).
Hal tersebut dapat dilakukan dengan mencampur zat aditif seperti MTBE, HOMC, dan etanol yang telah banyak diterapkan di berbagai negara pada stok BBM.
Penggunaan zat-zat aditif tersebut relatif lebih murah jika dibandingkan dengan mengimpor BBM beroktan tinggi.
“Artinya, biaya produksi BBM oktan tinggi dapat ditekan dan jika pun pemerintah harus memberikan subsidi, maka besaran subsidi tidak akan terlalu besar,” urainya.
Meskipun demikian, imbuh Badaruddin, ada beberapa catatan terkait zat-zat aditif tersebut.
“Pertama, soal MTBE, Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk pemerintah pada tahun 2014 telah merekomendasikan MTBE sebagai campuran BBM untuk mendukung transisi dari premium ke pertamax karena tidak membutuhkan biaya infrastruktur tambahan dan lebih ramah lingkungan,” ujar Badar.
“Sayangnya, rekomendasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah. Pemerintah melalui Pertamina lebih memilih menggunakan HOMC yang hanya mampu menghasilkan BBM dengan oktan paling tinggi 92 (pertamax), belum memenuhi standar Euro 4,” sambungnya.
Kedua, terkait etanol yang menjadi tren global dan baru-baru ini juga diperkenalkan di Indonesia melalui Pertamax Green 95 ternyata menyimpan potensi masalah.
Sebuah riset ilmiah tahun 2014 menemukan bahwa penggunaan etanol sebagai campuran BBM meningkatkan kandungan zat berbahaya Ozone (O3) di kota Sao Paulo, Brazil yang mendorong lebih banyak kabut asap (smog).
Hal serupa terjadi di Amerika Serikat. Penggunaan etanol dalam BBM menciptakan kabut asap lebih banyak pada saat musim panas, sehingga pemerintah AS menerapkan kebijakan ‘summertime ban’ yang melarang penjualan BBM campuran etanol sepanjang musim panas.