Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) akan teliti terkait dugaan predatory pricing oleh TikTok Shop.
Dugaan predatory pricing itu muncul setelah Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta KPPU untuk memeriksa.
Kepala Biro Humas dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur menyatakan pihaknya bakal menelusuri hal itu.
Baca juga: Diduga Lakukan Monopoli, MAKI Laporkan Perusahaan Pemenang Proyek Menara BTS Kominfo ke KPPU
"Kami sedang meneliti persoalan tersebut. Apakah itu predatory pricing, masalah kebijakan, atau masalah ketidakseimbangan dalam persaingan," ujar Deswin kepada wartawan, Senin (4/9/2023).
Praktik predatory pricing merupakan penjualan barang impor dengan harga sangat murah, sehingga berpotensi merugikan produsen dalam negeri.
Menurut Deswin, permintaan dari Menkop Teten tersebut merupakan masukan yang bakal ditindaklanjuti.
"Semua masukan tentunya kami terima. Saat ini, kami belum mengeluarkan posisi khusus atas persoalan tersebut," ujar Deswin.
Deswin menjelaskan dalam kasus dugaan predatory pricing, banyak faktor yang perlu diperhatikan.
Misalnya, harga yang sangat rendah atau jual rugi, ini perlu dibuktikan.
“Pasar bersangkutan, kita bicara pasar apa nih, apakah pasar platform atau pasar para penjual di platform? Terus ketentuan atau unsur niat atau menyingkirkan pesaing, ini harus dibuktikan apakah ada pesaing yang telah tersingkir,” urai Deswin.
“Jadi banyak unsur yang harus didekati untuk mengatakan sesuatu itu predatory pricing,” tambahnya.
Sementara itu, Komisioner KPPU Guntur Syahputra Saragih mengatakan pihaknya tengah menunggu laporan terkait hal ini.
"Sampai saat ini KPPU belum menemukan atau menerima alat bukti terkait hal tersebut dari pihak mana pun," ujar Guntur.
Guntur memastikan KPPU akan bergerak setelah ditemukan barang bukti termasuk mengusut laporan.
Dengan demikian, pihaknya tidak salah langkah mengusut dugaan predatory pricing TikTok.
"Seluruh proses penegakan hukum harus berdasarkan due process of law, agar iklim usaha kondusif," ujar Guntur.
“Urusan pelanggaran itu berangkat dari temuan alat bukti,” lanjutnya.