News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Upaya Dunia Mengatasi Dampak Perubahan Iklim Terancam Gagal, Ini Penyebabnya

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah massa dari berbagai organisasi melakukan aksi di depan Kedutaan Besar India, Jakarta, Jumat (8/9/2023). Aksi tersebut merespon keberlangsungan KTT G20 di India yang dimana mereka menilai 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini gagal memenuhi komitmen mereka; dan sebaliknya, terus membelanjakan uang negara dan/atau mendukung kebijakan-kebijakan yang lemah dalam upaya-upaya untuk menutup kesenjangan dalam keringanan utang, perpajakan, dan mitigasi perubahan iklim serta transisi energi yang hanya memperburuk dampak dari berbagai krisis. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Upaya negara-negara di dunia dalam mengatasi perubahan iklim kini terancam gagal.

Pasalnya, dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20 di India, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden Cina Xi Jinping tak hadir.

Sekretaris Jendral Amnesty International, Agnès Callamard mengungkapkan, absennya kedua kepala negara dalam acara yang berlangsung pada Sabtu (9/9/2023) menurunkan harapan tercapainya target pengurangan emisi yang lebih besar.

Baca juga: Pakar Lingkungan: PLTA Solusi Atasi Perubahan Iklim

"Bagi kelompok negara yang bertanggung jawab atas 80 persen emisi global, kebuntuan di New Delhi berpotensi menjadi bencana bagi negara-negara miskin," ungkap Agnès dikutip dari DW, Minggu, (10/9/2023).

Menurutnya, hal ini diyakini akan turut meredupkan ekspektasi bagi KTT Iklim COP28 di Uni Emirat Arab, November mendatang.

Sebagai informasi, ada tiga isu iklim yang diagendakan di New Delhi, yakni penambahan kapasitas energi terbarukan hingga 2030, dekarbonisasi ekonomi dan pembiayaan transisi hijau di negara-negara berkembang.

Sementara itu, Sekretaris Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Simon Stiell mengungkapkan, hasil rangkaian pertemuan yang digelar jelang KTT sejak beberapa bulan lalu membiaskan kebuntuan.

Juli silam, menteri-menteri energi G20 gagal menyepakati strategi pengurangan emisi, target pembangunan energi hijau atau bahkan menyebut batu bara sebagai sumber emisi dalam pernyataan akhir.

"Deklarasi yang dirilis sama sekali tidak cukup,” kata Simon Stiell.

Baca juga: Salju Abadi di Puncak Jaya Terancam Punah akibat Perubahan Iklim, Ini Kata BMKG

Emisi Batu Bara Meningkat sejak 2015

Peneliti Senior di Lembaga Iklim E3G, Madhura Joshi mengungkapkan, terdapat sebuah riset yang dirilis pekan ini mencatat betapa emisi batu bara per kapita di negara-negara G20 justru meningkat sejak 2015.

Peningkatan sebesar sembilan persen itu didorong oleh geliat pembangunan di sejumlah negara, teurtama India, Indonesia dan Cina.

Kepentingan batu bara yang bertautan dengan konflik geopolitik dengan Beijing dan Rusia itulah yang membuyarkan harapan.

Baca juga: Perubahan Iklim Diprediksi Timbulkan Kerugian Ekonomi Sebesar Rp544 Triliun Dalam Kurun 2020-2024

"Minimal, saya harap mereka bisa mengadopsi deklarasi Bali untuk mengurangi batu bara,” kata Madhura Joshi.

Dia merujuk pada KTT G20 di Bali tahun lalu, ketika semua negara anggota menyatakan berkomitmen untuk mempercepat upaya mengurangi batu bara, searah dengan kondisi.

Isu lain yang menghambat adalah pembiayaan transisi energi. Selaku tuan rumah, Perdana Menteri Narendra Modi telah mendesak, betapa ambisi iklim global harus sesuai dengan pembiayaan dan transfer teknologi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini