Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak.
Hampir dalam setiap Pembangunan PSN di Indonesia, pemerintah selalu melakukan mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat.
Diketahui, pengusaha nasional dan investor dari Malaysia serta Singapura, dengan PT MEG (Grup Artha Graha milik Tommy Winata) dipilih untuk mengelola dan mengembangkan kawasan tersebut selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 80 tahun.
Meskipun proyek ini memiliki potensi besar untuk menarik investasi hingga Rp 318 triliun hingga 2080, rencana ini menyebabkan warga tergusur, termasuk permukiman warga asli dan 16 kampung tua yang telah ada sejak 1834.
Lebih jauh, dalam PSN, pengadaan tanahnya terindikasi kerap merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah.
Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggungjawab melakukan pemulihan kepada perempuan dan anak-anak terdampak brutalitas aparat kepolisian, dan segala bentuk represi dan intimidasi oleh aparat pemerintah.