News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perhatian, Ekspor Kratom Masih Dilarang, Begini Penjelasan Badan Karantina

Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tanaman kratom banyak terdapat di pedalaman Kalimantan dan sampai saat ini masih dilarang untuk diekspor.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akhirnya Badan Karantina Indonesia (Barantin) menyampaikan penegasan ihwal wacana ekspor kratom dari Indonesia. Barantin menyatakan ekspor kratom masih dilarang meski di sebagian kalangan termasuk pejabat Pemerintah, kratom dianggap tanaman herbal. 

Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Barantin Adnan menyatakan, Indonesia masih belum diperbolehkan untuk eskpor kratom lantaran masih memerlukan penelitian khusus dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk memastikan apakah itu tumbuhan layak konsumsi atau tidak.

"Berdasarkan dari BRIN itu bilang dibutuhkan penelitian lebih lanjut soal kratom. Jadi kita menunggu itu karena jangan sampai kita mengiyakan yan satu dengan yang lain. Yang satu memperbolehkan, yang lain tidak. Yang satu bilang narkoba, yang satu tidak masalah, enggak boleh itu," ujar Adnan kepada Kompas.com saat dijumpai di Luwangsa Jakarta, Jumat (20/10/2023).

Adnan menuturkan selama ini pemerintah melalui BNN dan Kemenkes serta BRIN telah mengadakan rapat khusus untuk membahas Kratom itu.

Dalam rapat itu, pemerintah sepakat kratom tidak boleh diekspor jika hasil penelitian dari BRIN belum keluar untuk memastikan aman atau tidaknya tumbuhan herbal itu.

"Iya belum boleh. Tetapi kalau ada perintah dari hasil penelitian (menyatakan) boleh dari mereka yah enggak masalah. Ini perlu menunggu sebentar lagi dari BRIN untuk itu," kata Adnan.

Baca juga: Ekspor Kratom Indonesia Masih Hadapi Kendala Status, Sebagai Barang Psikotropika Atau Bukan

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan tak keberatan jika Indonesia mengekspor tanaman herbal Kratom meskipun BNN berencana memasukan daun kratom ke dalam jenis narkotika golongan 1.

Hal itu dia ungkapkan menyusul adanya permintaan dari Amerika Serikat (AS) untuk mengimpor kratom dari Indonesia.

Baca juga: Zulkifli Hasan Setuju RI Ekspor Kratom: Kalau Nanti Penggunaannya Salah, Bukan Urusan Kita

"Kemarin ada produk tumbuhan kratom. Orang AS datang, kami mau beli ini (kratom), bisa enggak, bisa saja. Kan belum dilarang," ujar Mendag Zulhas saat pembukaan peluncuran Permendag Nomor 22 Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (31/8/2023).

Kendala-kendala ekspor kratom

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Didi Sumedi, mengatakan, rencana ekspor kratom masih menghadapi berbagai kendala, diantaranya aspek legalitas kratom yang belum jelas apakah termasuk psikotropika atau bukan.

"Rencana ekspor kratom ini masih ada kendala. Dalam arti, kami belum dapat informasi yang pas mengenai apakah aturan secara nasional, terutama dari yang terkait dengan ini, apakah sudah dimasukan dalam unsur yang terkait dengan psikotropika (atau belum)," kata Didi usai konferensi pers Indonesia Trade Expo 2023 di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (5/10/2023).

Petani kratom, Gusti Prabu, menunjukkan daun kratom di sebuah perkebunan di Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (25/12/2018).(AFP PHOTO/LOUIS ANDERSON)

Dari informasi yang Didi dapat, kratom disebutkan sudah masuk ke dalam unsur psikotropika. Namun, secara legal formal, ia belum mengetahui kratom masuk ke dalam unsur psikotropika atau tidak.

"Belum ada aturan yang melarang. Jadi, ini masih dalam wacana pembahasan mengenai apakah ini terlarang atau tidak, apakah ini masuk unsur psikotropika atau tidak. Kami pun akan mengikuti kalau sudah ada keputusan," ujar Didi.

Kabar terakhir, Didi mengatakan sudah ada pembahasan antara Badan Narkotika Nasional, Kementerian Kesehatan, dan kementerian terkait lainnya mengenai klasifikasi kratom.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyinggung soal peluang Indonesia mengekspor kratom, tumbuhan yang dilarang penggunaannya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Hal itu ia ungkapkan setelah ada pihak dari negara lain yang menanyakan apakah mereka bisa mengimpor kratom dari Indonesia.

"Kemarin ada produk tumbuhan kratom. Orang Amerika datang, (lalu mengatakan) 'Kami mau beli ini, bisa enggak?' Bisa saja. Kan belum dilarang. Kalau penggunaannya salah kan bukan kita yang salah. Yang sana (yang salah)," kata Zulhas, sapaan akrabnya, dalam acara Sosialisasi Permendag di Bidang Ekspor, Kamis (31/8/2023).

Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Didi Sumedi.

Menurut laman resmi Badan Narkotika Nasional (BNN), efek samping dari penggunaan kratom yang tidak sesuai dengan takaran, disebut bisa menimbulkan efek cukup membahayakan.

Ditemui usai acara, Zulhas mengatakan, pada dasarnya ekspor itu harus dimudahkan karena jika Indonesia ingin menjadi negara maju, harus menguasai pasar dunia.

"Kalau kita tidak bisa ekspor banyak, produk-produknya tidak bisa unggul di kancah global, ya kita tidak bisa apa-apa. Beli terus," ujar Zulhas.

"Jadi kuncinya menguasai pasar dunia. Kami Kemendag berusaha keras agar ekspor ini tidak ada hambatan, kecuali yang kita perlukan. Sebisa mungkin dipermudah," lanjutnya.

Saol ekspor kratom, dia setuju jika ada pihak yang ingin mengekspornya.

"Saya setuju kalau ada yang mau ekspor. Boleh. Capitalnya kan bisa panen dolar kan. Terima kasih nanti sama Mendag. Kalau nanti ada yang sakit bukan urusan kita. Katanya buat obat, kenapa dimakan?" kata Zulhas.

AS Pasar Ekspor Potensial

Di sisi lain, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, mengungkapkan potensi pasar kratom yang besar di Amerika Serikat. Moeldoko mengatakan, pengguna kratom di AS mencapai 15 juta orang. 

Sementara di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat, merupakan salah satu pemasok tanaman kratom terbesar ke pasar global. Karena itu, kebijakan terkait kratom, harus melindungi petani. 

Hal tersebut disampaikan Moeldoko usai memimpin pertemuan antara delegasi Asosiasi Kratom Amerika Serikat, petani kratom asal Kalbar, dan sejumlah lembaga negara, membahas terkait tanaman kratom.

Kepala KSP Moeldoko.

Moeldoko memfasilitasi petani kratom bertemu dengan BRIN, BNN, BPOM, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan.

"Dalam rapat ini kita ingin melihat pandangan pemerintah dan masyarakat Amerika Serikat tentang kratom. Karena kratom memang secara riil itu dikonsumsi oleh publik amerika. Ada 15 juta orang pengguna (kratom) di Amerika Serikat," kata Moeldoko dalam keterangan yang diterima, Rabu (26/7/2023)

Di lain sisi, Indonesia, khususnya Kalimantan Barat, merupakan salah satu daerah penghasil terbesar tanaman kratom. 

Bahkan setiap bulan permintaan kratom Kalbar dari Amerika Serikat mencapai 4.000 hingga 5.000 ton per bulan. 

"Kita ingin melihat antara suplai dan demand ini tidak ada hambatan. Karena selama ini kita masih ada hambatan di dalam negeri, terkait pandangan kratom, ada yang mengatakan kratom masok pada kategori terlarang.," katanya 

"Harapan kita, adalah kita mengsingkronkan ini, antara kebutuhan, pasarnya ada. Masyarakat Kalbar, khusunya, itu menyiapkan suplai. Harapan kita, ada kesesuaian, sehingga tidak menghambat para petani dan tidak menghambat para trader kita," lanjutnya.

Kondisi 'abu-abu' yang terjadi saat ini, setelah BNN menggolongkan kratom sebagai psikotropika. Namun di lain pihak, Kementerian Kesehatan menggolongkan kratom sebagai tanaman herbal. 

"Sehingga nanti kalau ini masih abu-abu kondisinya, pasti bisa merugikan masyarakat kita sendiri. Bisa barangnya di-reject-lah, dan seterusnya. Apapun, masyarakat kita, harus kita lindungi," pesan Moeldoko.

Pertemuan terkait kratom ini adalah rangkaian Kratom Summit 2023 yang digelar di Jakarta dan Pontianak, hingga 28 Juli 2023 mendatang. 

Kratom Summit dihadiri delegasi Asosiasi Kratom Amerika Serikat, Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri), serta lembaga negara terkait, seperti BRIN, BNN, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan BPOM.

Laporan reporter Elsa Catriana/Akhdi Martin Pratama/Endrapta Pramudhiaz/Reza Deni | Sebagian artikel ini diambil dari: Kompas

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini