TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (IKAPPI) mengutarakan, harga gula saat ini terus naik konsisten.
Menurut Ketua Umum DPP IKAPPI Abdullah Mansuri kenaikan harga gula saat ini merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
"Gula terhitung harga tertinggi dalam kurun waktu 3 tahun hingga 5 tahun terakhir, biasanya Rp 14.000, Rp 15.000. Sekarang kan gula Rp 16.000 (per 1 kilogram) bahkan ada yang lebih," kata Abdullah dikutip Kontan, Minggu (12/11/2023).
Ia mengatakan, keputusan menaikkan harga acuan pembelian (HAP) tidak ada korelasinya dengan kondisi harga gula saat ini. Abdullah menyebut, selama produksi masih kurang kemudian impor gula masih tinggi maka harga masih akan terbang.
"HAP atau tidak tidak ada korelasinya. Jadi ada HAP atau tidak kalau produksi kecil impor tinggi pasti harga akan tinggi," jelasnya.
Saat ini permintaan gula di pasaran masih belum alami kenaikan. Biasanya permintaan gula akan naik saat bulan Desember. Abdullah mengatakan daya beli masyarakat juga belum bisa dikategorikan tinggi saat ini.
"Agak sulit, produksi rendah impor tinggi, dollar juga sedang tinggi ya tentu berpengaruh pada harga gula," imbuhnya.
Pekan lalu, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) sudah memberlakukan relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen menjadi Rp 16.000/kg, atau Rp 17.000/kg.
Harga tersebut khusus berlaku di wilayah Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Pegunungan, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Barat Daya, dan wilayah Tertinggal, Terluar, Terpencil, dan Pedalaman (3TP).
Baca juga: Bapanas Buka Opsi Turunkan Harga Gula Konsumsi di Ritel Modern
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga gula di dalam negeri.
Dia mengatakan, telah digelar rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk membahas harga gula yang wajar di tingkat konsumen.
"Berdasarkan hasil input tersebut, kami menghimbau kepada seluruh pelaku usaha ritel untuk dapat mengimplementasikan relaksasi harga dimaksud," ujarnya.
Baca juga: Alasan Bapanas Hanya Berlakukan Relaksasi Harga Gula Rp16 Ribu di Ritel Modern
Relaksasi harga gula konsumsi di tingkat konsumen diberlakukan bagi pelaku usaha di ritel modern anggota Aprindo dan Hippindo.
Pada lini tersebut dihimbau agar menjual di atas Harga Acuan Penjualan (HAP), sesuai kewajaran harga yang ditetapkan dengan mempertimbangkan harga gula di produsen atau harga internasional, biaya kemasan, biaya distribusi dan sebagainya.
"Relaksasi ini diberlakukan mengingat harga gula sudah berada di atas HAP. Fleksibilitas ini akan terus dievaluasi secara berkala sampai harga gula kembali ke level wajar," ujar Ketut.
Sebagaimana diketahui akibat El Nino diperkirakan terjadi potensi penurunan produksi dari estimasi awal 2,6 juta ton menjadi sekitar 2,2-2,3 juta ton.
Realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) saat ini baru sebesar 180.000 ton atau sekitar 22,61 persen dan Gula Kristal Putih (GKP) sebesar 126.941 ton atau 58,82 persen.
Realisasi impor yang masih minim juga disebabkan beberapa perusahaan yang memiliki kuota impor GKM masih belum ada realisasi, antara lain karena tingginya harga gula internasional sehingga tidak menjangkau untuk penjualan sesuai HAP di tingkat konsumen.
"Jadi selain optimalisasi penyerapan dalam negeri dan percepatan importasi, diusulkan adanya fleksibilitas harga penjualan di tingkat konsumen. Ke depan pelaku usaha ritel bisa menjual gula konsumsi dengan harga Rp 16.000 per kilogram," ungkapnya.
Mengacu pada panel harga NFA, harga gula konsumsi per 12 November 2023 rata-rata nasional di tingkat pedagang eceran ialah Rp 16.250 per kilogram.
Laporan reporter: Ratih Waseso | Sumber: Kontan