Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menyampaikan power wheeling tak boleh masuk dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), lantaran berisiko mengerek tarif listrik nasional.
Sebagai informasi, power wheeling merupakan mekanisme yang dapat mentransfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung.
Hal ini ia sampaikan saat rapat kerja Komisi VII DPR bersama pemerintah pada Senin (20/11/2023).
“Power wheeling itu krusial, sifatnya bukan sekadar teknis. Jika power wheeling masuk dengan menggunakan transmisi negara, maka akan susah mengendalikan tarif listrik,” kata Mulyanto, ditulis Selasa (21/11/2023).
Dalam hal ini, paparnya, negara diamanatkan dalam undang-undang untuk mengelola sistem ketenagalistrikan termasuk jaringan dan transmisi.
"Jadi saya tegaskan, itu tidak boleh masuk dalam UU EBT nanti," jelas dia.
Saat ini negara kata dia, juga sudah menyatakan akan membangun sistem transmisi berupa power grid atau bahkan super grid yang akan mengoptimalkan distribusi listrik di Tanah Air.
Menurutnya hal itu jauh lebih baik ketimbang negara membolehkan swasta atau asing menggunakan jaringan dan transmisi milik negara.
Terlebih kata Mulyanto, risiko kenaikan tarif listrik berpotensi naik jika power wheeling diterapkan. Risiko-risiko seperti itu dinilai harus dihindarkan.
"Saat swasta masuk, tarif listrik akan susah dikendalikan oleh pemerintah. Dan ini hanya menguntungkan swasta," ujarnya.
Seperti diketahui, klausul terkait Power Wheeling kembali muncul dalam pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU EBET. Padahal, klausul itu sudah dicabut pada 24 Januari 2023 lalu.
Baca juga: Tolak Skema Power Wheeling Masuk RUU EBET, Fraksi PKS DPR: Liberalisasi Sektor Listrik
Konsep power wheeling menurutnya tidak tepat karena produksi listrik nasional masih mencukupi kebutuhan dalam negeri.
"Pada konsep tersebut saya kurang setuju. Saya termasuk yang anti power wheeling. Kan listrik terbilang cukup di Tanah Air. Masih cukup dipenuhi oleh negara," katanya.