TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah lembaga dana pensiun kini menjadi sorotan karena sebagian sedang bermasalah. Kementerian BUMN misalnya melaporkan beberapa lembaga dana pensiun (dapen) BUMN ke Kejaksaan Agung karena dugaan salah kelola.
Ada juga dapen yang kini masuk dalam pengawasan khusus regulator, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena dalam kondisi kurang sehat.
Menurut pengamat industri dana pensiun Suheri, pengelola Dapen berkewajiban membayar manfaat pensiun kepada para peserta dengan sumber dana untuk membayar tersebut didapatkan dari iuran dan hasil investasi.
“Kalau total perhitungan aktuaria dari perbandingan dengan kewajiban atau liabilitas ini tidak sama jumlahnya atau kurang dari 100 persen maka dikatakan bahwa dana pensiun itu kurang sehat,” ujarnya dikutip Kontan, Selasa (5/12/2023).
Suheri menjelaskan, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Dapen yang masuk dalam pengawasan khusus ini, merupakan Dapen yang berada pada kategori 3. Menurutnya, Dapen dalam kategori ini jika ditutup maka pembayaran kewajiban tidak terpenuhi.
“Pemantauan khusus itu berarti tingkatnya sudah rendah banget sudah kategori 3. Artinya ini bahaya, seandainya mau dibubarkan tetap tidak terpenuhi kebutuhannya, sehingga ini perlu pemantauan khusus supaya dia bisa sehat kembali,” jelasnya.
Menurut Suheri yang juga mantan Ketua Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), agar perusahaan dana pensiun kembali sehat, di investasinya atau pendirinya harus memberikan suntikan dalam bentuk top up iuran tambahan.
“Seandainya iuran tambahan dikasih pendiri, tapi kenapa hasil investasinya rendah, di sinilah timbul kekhawatiran ini keselahannya apa, apakah investasinya masuk ketempat-tempat yang tidak tepat melalui instrumen yang tidak menghasilkan dengan baik,” terangnya.
Baca juga: Mayoritas Dana Pensiun yang Sedang Bermasalah Berstatus BUMN
Suheri menuturkan, yang perlu dicermati lagi kualitas aset investasi, apakah sudah melewati kajian yang proper dan sudah menghasilkan semua, atau ada aset-aset yang tidak bisa diinvestasikan.
Dia bilang, bisa saja kajiannya sudah proper, analisanya sudah benar pada saat itu keputusannya tepat, jadi hasilnya tinggi. Tetapi dengan perubahan situasi ekonomi, perubahan domestik, lalu perubahan bisnis dan seterusnya bisa saja instrumen tersebut menjadi tidak baik.
Baca juga: 12 Dana Pensiun Pengelolaannya Bobrok, OJK: 7 Dari BUMN
“Sehingga itu bisa nyangkut, misalnya di-suspend, di hold dan akhirnya duitnya nyangkut bahkan tidak ada hasilnya. Timbul pertanyaan apakah disitu ada korupsi atau tidak? belum tentu, kan dulu analisanya benar tapi karena situasi berubah namanya bisnis ada risiko,” tuturnya.
Suheri nambahkan, jika analisa yang dilakukan tidak tepat mengapa hal itu bisa terjadi, adakah indikasi kesengajaan atau karena tata kelola yang tidak benar.
“Mungkin yang masuk ke Kejagung itu barangkali yang kualitasnya jelek begitu dicek prosesnya gak bener, apakah itu proses kesengajaan oknum atau tidak mengikuti ketentuan,” tandasnya.
Laporan reporter Arif Ferdianto | Sumber: Kontan