News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ekonomi 'Boncos', Bank Sentral Israel Nekat Ambil Sikap Dovish: Kami Tak Peduli Ancaman Inflasi

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu

Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Bank Sentral Israel (BOL) memutuskan untuk mengambil sikap dovish atau pelonggaran dengan mempertahankan suku bunga di level 4,75 persen selama akhir tahun 2023.

Keputusan dovish dengan mempertahankan suku bunga dilakukan BOL di tengah ancaman inflasi dan penurunan mata uang Israel, shekel yang telah terapresiasi lebih dari 10 persen terhadap dolar AS, akibat konflik dengan militan Hamas.

“Pecahnya konflik telah memicu tekanan inflasi pada sisi permintaan dalam jangka pendek. Meski begitu Bank of Israel enggan untuk menurunkan atau menaikkan suku bunga,” jelas juru bicara BOL.

Baca juga: 50 Orang Tertimbun Reruntuhan di Jabalia, Buntut Serangan Israel

Mengutip dari Reuters, keputusan untuk menahan suku bunga merupakan kali keempat yang dilakukan BOL dalam satu tahun terakhir.

Meski Keputusan ini berpotensi memicu lonjakan inflasi, namun menurut pandangan Bank Sentral Israel sikap dovish harus diambil demi menstabilisasi pasar dan mengurangi ketidakpastian ekonomi akibat melambatnya produk domestik bruto (PDB) Israel yang telah anjlok sebesar 2,5 persen.

Terlebih selama dua bulan terakhir kondisi ekonomi Tel Aviv dilaporkan goyah hingga utang Israel mendekati 8 miliar dolar AS buntut bengkaknya biaya operasi perang di Gaza. Tak hanya itu serangan yang dilakukan tentara Israel juga memicu aksi boikot sejumlah negara hingga membuat sektor bisnis Israel berhenti beroperasi.

Direktur Jenderal Pelabuhan Eilat mengatakan, bahwa delapan puluh persen pendapatan pelabuhan telah menurun usai biaya pengiriman impor - ekspor melonjak akibat Yaman melarang kapal menyeberang ke Israel.

Alasan ini yang menyebabkan Israel merugi hingga sepuluh setengah miliar shekel, atau sekitar 3 miliar dolar AS akibat terputusnya jalur Laut Merah dan Laut Arab.

“Houthi Yaman mengancam semua kapal yang menuju ke Israel, apapun kewarganegaraannya, akibatnya mereka harus mengubah rute navigasi maritim hal ini akan berdampak pada kenaikan harga produk impor sekitar 3 persen, yang akan menambah beban keuangan Israel,” jelas Eilat.

PM Netanyahu Minta Warga Sumbang Dana

Beragam cara kini mulai dilakukan pemerintah Israel untuk menekan pembengkakan pengeluaran negara, salah satunya memperbolehkan pemerintah Tel Aviv untuk menerima sumbangan dari masyarakat untuk mendukung biaya operasional perang.

Lewat peraturan tersebut nantinya masyarakat Israel, perusahaan swasta maupun yayasan filantropi bisa memberikan sumbangan dana secara langsung kepada pemerintah pusat, sebagaimana dikutip dari laman Haaretz.

Adapun besaran donasi atau sumbangan yang bisa diberikan masyarakat yakni maksimal sebesar 94 ribu dolar untuk organisasi bisnis dan 130 ribu dolar AS untuk organisasi nirlaba.

“Pemerintah merilis pedoman baru agar diperbolehkan menerima sumbangan dari masyarakat untuk mendukung perang, kebijakan tersebut juga mengizinkan pemerintah untuk memperpanjang masa berlakunya," ujar Kementerian Keuangan Israel.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini