Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PKN Anas Urbaningrum menyoroti kecilnya pembagian hasil antara pengemudi transportasi online dengan aplikator.
Anas menjelaskan berdasarkan riset internal partainya, hampir 30 persen hasil kembali ke aplikator.
Sementara driver hanya memperoleh 70 persen dari hasil kerja bersama, padahal dulu di awal-awal porsi driver mencapai 90 persen dari total hasil yang diperoleh.
"Ini kan tidak fair, karena aplikator hanya menyediakan sistem, sementara tenaga, alat kerja (motor/mobil), dan bensin adalah tanggung jawab driver," kata Anas kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/1/2024).
Ada pun ojek online (ojol) merupakan alternatif pekerjaan yang banyak diminati masyarakat dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir.
Berdasarkan data yang dirilis Asosiasi Ojek Online GARDA mencatat jumlah driver Ojol di Indonesia mencapai sekitar 4 juta orang, lebih besar dari jumlah profesi lama, seperti nelayan.
Secara keseluruhan di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, adalah pasar bagi 70 persen angkutan online di seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri lebih dari 20 juta masyarakat adalah pengguna angkutan online.
Selain itu, pekerjaan ojol ini juga merupakan faktor pengungkit bagi tumbuhnya pengguna produk IT.
Itu karena setiap ojol pasti merupakan pemegang smartphone dengan semua fasilitas teknologi yang melekat pada perangkat tersebut.
"Dengan posisi di atas, yang lebih masuk akal adalah seorang driver harus dipandang sebagai mitra penuh oleh aplikator," ucap Anas.
Lebih lanjut, Anies mengatakan berbagai tinjauan memang menyebutkan bahwa di era IT ini telah terjadi model kapitalisme, dalam mengakumulasi kapital di banding era-era industrial sebelumnya.
“Ada jargon, Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah kunci, itu benar. Tetapi kita harus melihatnya lebih proporsional demi menegakkan keadilan," ujar dia.
"Yang berkeringat di jalan adalah driver, yang berisiko jika kendaraannya kecelakaan ya driver, yang harus membeli bensin setiap hari ya driver sendiri. Driver memilih menjadi Ojol karena tidak ada pilihan yang lebih baik, rasanya tidak adil menghisap keringat mereka lebih banyak lagi," pungkas Anas.