Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan produk ikan tangkap Indonesia sulit menembus pasar Eropa karena cara tangkapnya dianggap masih barbar.
Dia mengatakan Indonesia memiliki potensi penangkapan ikan sebesar 12,5 juta ton setiap tahunnya.
Angka tersebut ia dapat dari data keilmuan milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang diberikan kepada pihaknya setiap tiga tahun.
Kemudian, mantan Wakil Menteri Pertahanan itu mengungkap dirinya kaget ketika mengetahui hasil ikan di RI tak ada yang bisa diekspor karena cara tangkapnya masih barbar.
Adapaun hal ini ia sampaikan dalam seminar nasional bertajuk "Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai Dan Tanggul Laut (Giant Sea Wall)" di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
"Itu (penangkapan ikan, red) kita sudah tata kelola dengan baik juga karena ini kaget juga ternyata bahwa (Indonesia) satu-satunya negara yang menangkap ikan masih dengan cara barbar," kata Trenggono.
"Kita itu satu ekor pun ikan kita tidak ada yang bisa diekspor ke Eropa. Jadi saya ketemu sama teman-teman, dikatakan bahwa ikan dari Indonesia cara menangkapnya masih barbar, masih tradisional," lanjutnya.
Saat ini sudah buat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan secara terukur yang berbasis kuota.
Baca juga: KKP Bakal Terapkan Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Mulai Awal 2024
"Jadi tidak boleh sembarang lagi ke depan menangkap ikan seperti sekarang ini udah tidak bisa lagi. Nanti menangkapnya dengan cara lebih beradab," kata Trenggono.
Sebagai informasi, saat ini kebijakan tersebut sedang mengalami penundaan. Trenggo pernah mengatakan, mundurnya kebijakan tersebut dikarenakan harus mematangkan mekanisme persiapan infrastruktur belum 100 persen siap.
Baca juga: KKP Siapkan Aturan Turunan Penangkapan Ikan Terukur
Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 ini, awalnya akan diterapkan pada 2024. Namun pada akhirnya diundur menjadi tahun 2025.
"Infrastrukturnya harus disiapin, jadi seluruh kapal idealnya sudah terpasang satu alat yang bisa termonitor," ucap Menteri Trenggono di Kawasan Ancol, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
"Jadi, masih banyak kapal-kapal yang tidak termonitor, nanti banyak kapal kecil kapal nelayan katakan di bawah 20 Gross Tonnage (GT) itu barangkali nanti pemerintah yang memberikan bantuan pemasangan secara gratis, supaya bisa termonitor pergerakan dia," sambungnya.
Menurut Menteri Trenggono, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga tengah menyiapkan infrastruktur lainnya seperti drone tanpa awak, hingga satelit Nano yang digunakan untuk memantau pergerakan kapal.
Terkait anggaran, Menteri Trenggono memastikan KKP telah menyiapkan dengan sebaik mungkin. Nilainya berkisar 140 juta dolar AS.
"(Terkait infrastruktur) nanti kita akan meluncurkan satelit Nano, salah satunya tahun depan. Terus kemudian ada kapal yang ada drone, kemudian underwater drone, kemudian seluruh kapal harus dipasang device yang bisa terkoneksi ke pusat command center. Anggarannya sudah ada," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut pelaksanaan penangkapan ikan terukur (PIT) sebagai kebijakan strategis pemerintah dalam menjamin keberlanjutan usaha perikanan nasional.
Hal ini karena mekanisme kuota dan zonasi yang ditetapkan dalam PIT dapat menjaga kelestarian sumber daya ikan di laut.
Diketahui, kebijakan PIT resmi diundangkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2023 yang terbit pada 6 Maret tahun ini.
Beleid ini terdiri dari sembilan bab dan 28 pasal yang mencakup ketentuan umum, zona, pelabuhan pangkalan, sanksi administratif, hingga ketentuan penutup.
Direktur Perizinan dan Kenelayanan Ditjen Perikanan Tangkap KKP, Ukon Ahmad Furqon menjelaskan, kebijakan PIT untuk memberikan titik optimum bagi keberlanjutan sumber daya ikan, kesejahteraan pelaku usaha dan masyarakat, serta keadilan dan pemerataan pembangunan di wilayah pesisir.
Terdapat sejumlah prinsip utama pengaturan PIT, mulai dari keberlanjutan ekologi, perlindungan maksimal terhadap nelayan kecil, pengembangan ekonomi lokal, hingga prinsip pembagian kuota.
"Kalau ditarik garis merahnya, ini aturan yang betul-betul memastikan bahwa pengelolaan perikanan tangkap nasional bisa memberikan manfaat optimal bagi kita semua," ucap Furqon di Kantor KKP Jakarta, Selasa (4/4/2023).
"Sehingga penangkapan ikan semakin maju dan berkelanjutan, para pihak pelaku usaha dan nelayan bisa semakin sejahtera dan penerimaan negara menjadi optimal," sambungnya.
Furqon melanjutkan, pihaknya tengah menyiapkan aturan turunan pasca terbitnya PP 11/2023 tentang Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur.
Aturan turanan ini mencakup peraturan menteri dan keputusan menteri sebagai pedoman teknis pelaksanaan PIT di antaranya mekanisme penetapan kuota.