News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Selidiki Kasus Petani Ditagih Utang Rp4 Miliar, Ini Kronologi dan Siapa Bank Pemberi Dana?

Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Kacung yang merupakan warga Kampung Cikarang Desa Jayamulya, Kecamatan Serangbaru, Kabupaten Bekasi mengaku didatangi 3 orang dari perbankan untuk melunasi pinjaman hampir sebesar Rp4 miliar dari agunan sertifikat tanah seluas 9.573 meter persegi.

TRIBUNNEWS.COM, - Petani asal Bekasi bernama Kacung Supriatna (63) mengaku ditagih utang hampir Rp 4 miliar, padahal tidak pernah mengajukan pinjaman ke perbankan.

Atas hal itu, Kacung bersama anaknya Karyan (40) membuat laporan kepolisian ke Polres Metro Bekasi yang tercatat dengan nomor laporan LP/B/44/I/2024/SPKT/POLRES METRO BEKASI/POLDA METRO JAYA.

Menyikapi laporan Kacung, Polres Metro Bekasi saat omo melakukan penyelidikan.

"Penanganan masalah kasus petani itu sudah ditangan intensif oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Metro Bekasi," kata Kasi Humas Polres Metro Bekasi, AKP Akhmadi dikutip dari TribunBekasi, Rabu (17/1/2024).

Baca juga: Petani di Bekasi Heran Tiba-tiba Ditagih Utang Rp4 Miliar dari Lembaga Keuangan BUMN

Menurutnya, kasusnya itu bermula ketika korban menitipkan sertifkat tanahnya.

Namun, ternyata oleh pelaku digadaikan untuk meminjam uang.

"Jadi semua dipalsukan mulai dari identitas korban dan semua-semuanya," imbuhnya.

Dari penyelidikan ini juga diterapkan lima pasal yakni Pasal 263, 264, 266, KUHPidana tentang pemalsuan dokumen.

Kemudian pasal 273 KUHPidana tentang gadai tanpa izin, dan pasal 385 KHUPidana dengan penyerobotan tanah.

"Ada lima pasal kita terapkan ancaman hukumannya 4 sampai 8 tahun penjara," katanya.

Namun, polisi belum menyebut perbankan yang mencairkan pinjaman dengan agunanan tanah Kacung hampir Rp4 miliar tersebut.

Didatangi Tiga Orang dari Perbankan

Kacung yang merupakan warga Kampung Cikarang Desa Jayamulya, Kecamatan Serangbaru, Kabupaten Bekasi mengaku didatangi 3 orang dari perbankan untuk melunasi pinjaman hampir sebesar Rp4 miliar dari agunan sertifikat tanah seluas 9.573 meter persegi.

“Datang tiga orang menagih hutang bilangnya dari bank asal Jakarta. Saya kaget kedatangan itu. Kata orang itu, saya punya tanggungan Rp3 miliar lebih hampir Rp4 miliar,” ungkap Kacung.

Kacung mengungkapkan penagihan itu dialami oleh Kacung pada 2021 lalu.

Hingga 2024, dirinya belum mengetahui pihak yang menggunakan identitas maupun sertifikat tanah miliknya sebagai agunan untuk pinjaman tersebut.

Kasus ini juga telah dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Polres Metro Bekasi.

"Selama ini saya gak ngerasa punya hutang sampe segitu, seratus ribu juga saya gak pernah pinjam,” tambah Kacung didampingi anaknya Karyan.

Sementara itu, Karyan mengatakan bahwa sepengetahuannya ayahnya tak pernah melakukan pinjaman kemana pun.

Kedatangan tiga orang penagih hutang dari salah satu lembaga keuangan pelat merah membuatnya terkejut.

Saat datang ke rumahnya, pihak lembaga keuangan mengonfirmasi mengenai nama orangtuanya dan kepemilikan tanah seluas 9.573 meter persegi.

Selanjutnya, mereka mengonfirmasi adanya pinjaman yang harus dilunasi oleh ayahnya, dengan membawa fotokopi sertifikat yang bertuliskan memiliki hak tanggungan sebesar Rp 4 miliar.

“Waktu datang menanyakan nama orangtua saya, punya tanah seluas 9.573 meter persegi itu betul pak? Saya bilang betul pak, ini ada tagihan tiba-tiba gitu dengan jumlah Rp4 miliar pada 2021 gitu. Yang dia bawa cuma fotocopy sertifikat, saya minta fotocopynya gak dikasih, cuma dikasih foto aja,” ujar Karyan.

Setelah dilakukan penelusuran, ternyata sertifikat milik ayahnya berada di tangan kakak ayahnya atau uwa setelah melakukan Ajudikasi.

Kakak Kacung, sebagai anak paling tertua yang berhak memegang berkas dan arsip-arsip penting keluarga, memegang peranan dalam kepemilikan sertifikat tersebut.

Kakak Kacung mengaku meminjam sertifikat untuk kepentingan pemecahan sertifikat, keluarga memutuskan untuk melibatkan seorang perantara.

Meskipun demikian, hingga saat ini, proses pemisahan sertifikat tersebut belum kunjung selesai setelah hampir dua puluh tahun berlalu.

“Saya telusuri kemarin, saya datang ke sana sama abang saya. Ternyata, data yang ada di sana itu di notaris itu datanya data palsu semua, termasuk bukti-buktinya saya minta dari sana gak dikasih, minta data semuanya berkas gak dikasih, cuma bisanya di foto,” tambah Karyan

Tak hanya itu, Karyan juga menemukan banyak kejanggalan saat menelusuri ke Kantor Notaris, BPN Kabupaten Bekasi, hingga PT Askrindo Kredit Indonesia.

Dalam berkas-berkas yang dilihatnya selama penelusuran, tanda tangan ayah dan ibunya berbeda di e-KTP dan surat penyetujuan hak tanggungan untuk lembaga keuangan hingga adanya surat nikah orangtuanya.

“Bapak saya belum pernah buat surat nikah dari dulu, ini (yang saya lihat) mah foto siapa sipit begini semua di surat nikah bapak saya. Surat nikah bapaknya bapak saya ditulisnya Kacung bin Hasan, tapi bapak saya nama bapaknya itu bukan Hasan melainkan Salem,” ujarnya.

Selain terdapat pemalsuan pada e-KTP dan surat nikah, pada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) juga terdapat kejanggalan.

Karyan mengungkapkan bahwa SPPT yang seharusnya masih atas nama orangtua ayahnya telah mengalami perubahan menjadi atas nama ayahnya.

Sejak ditagih untuk melunasi pinjaman mulai 2021 sampai 2024, Kacung tidak pernah mencicilnya.

Namun Karyan bersama orangtuanya sampai saat ini sudah empat kali mendatangi pihak lembaga keuangan untuk klarifikasi.

Dia berharap sertifikat tanah orangtunya dapat kembali tanpa harus membayar agunan sebesar Rp4 miliar lebih yang tak pernah dipinjam orangtuanya.

“Harapannya sertifikat tanah orangtua saya kembali tanpa harus ditebus apalagi sampai Rp4 miliar. Bapak saya cuma seorang petani,” katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini