Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen dan inklusi keuangan sebesar 85,10 persen.
Hal ini berarti masih banyak masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan layanan jasa keuangan.
Alhasil tidak sedikit masyarakat yang terjebak dalam berbagai masalah keuangan seperti pinjol dan investasi ilegal.
Menyikapi hal tersebut, saat acara Desaku Cakap Keuangan, di Bengkulu, pada Sabtu (24/2/2024), Gubernur Provinsi Bengkulu, Rohidin Mersyah mengungkap salah satu faktor yang menghambat perekonomian adalah rendahnya literasi keuangan.
Baca juga: Tingkatkan Literasi Keuangan Masyarakat, AgenBRILink Ini Jadi Penyalur Kredit Ultra Mikro
Menurutnya, literasi keuangan adalah upaya mengenal, memahami, dan mengambil keputusan dalam mengelola keuangan. Kalau literasi keuangan seseorang bagus mereka bisa mengenal dan memahami lembaga keuangan termasuk pelaku usaha keuangan.
"Setelah kenal dia pahami, oh ternyata produknya ini, asuransi ini, lembaga pembiayaan ini dan sebagainya. Tinggal ujungnya ini kalau masih ragu tinggal konsultasikan ke OJK, benar tidak lembaga ini, legal tidak. Setelah itu ujungnya ambil keputusan, owh kalau nabung harus ke bank, investasi harus ke sini, dengan begitu tidak mungkin kita tertipu dengan pinjol, janji-janji investasi. Dan sikap pruden (hati-hati) menjadi sebuah kunci," kata Rohidin.
Oleh sebab itu, Ia mengapresiasi kegiatan Desaku Cakap Keuangan ini yang bertujuan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat Bengkulu.
Berdasarkan SNLIK, indeks literasi keuangan Provinsi Bengkulu tercatat mencapai 30,39 persen, masih berada di bawah rata-rata Nasional yang berada di angka 49,68%.
"Terima kasih kepada Warta Ekonomi yang sudah memberikan pelatihan ini sehingga kelak mereka paham dalam pengelolaan keuangan," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan informatika RI (Kominfo), Usman Kansong mengatakan, peningkatan akses keuangan bisa dilakukan melalui digital dan internet, namun masyarakat harus melek keuangan dalam membedakan lembaga keuangan resmi dan ilegal.
Namun Usman mengingatkan, tidak semua pinjaman online itu legal. Sejak tahun 2017 hingga 2023, OJK bersama dengan Kominfo telah memblokir 6.895 entitas, pinjol, investasi, dan gadai ilegal.
Meski telah banyak yang ditutup namun faktanya masih ada saja penawaran pinjaman online dan investasi ilegal yang bermunculan di masyarakat.
"Ciri-ciri pinjol ilegal itu tidak terdaftar, kemudian mudah memberikan pinjamannya tapi bunga dan dendanya tinggi. Kemudian menawarkan pinjaman lewat Whatsapp dan SMS, meminta akses data pribadi bahkan meminta data teman dekat, keluarga, saudara. Selanjutnya pinjol ilegal biasanya melakukan penagihan tidak beretika seperti meneror," tegasnya.
Analis Bagian Pengawasan Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, Perlindungan Konsumen dan Layanan Manajemen Strategis OJK Bengkulu, Flora Apriani membeberkan bahwa yang namanya investasi semakin tinggi keuntungan semakin tinggi pula risikonya.
Selain itu, tidak ada investasi yang dapat memberikan keuntungan secara instan.
"Jangan mau tergiur iming-iming untung besar dalam waktu cepat dan pastikan benar-benar berizin dan terdaftar di OJK. Jadi yang harus diingat adalah 2L, Legal dan Logis," ucap Flora.
Founder Finansialku, Melvin Mumpuni menambahkan, jumlah kerugian yang terkena judi online dan pinjol ilegal di 2023 mencapai Rp250 triliun. Itu setara dengan 10% dari APBN Indonesia tahun lalu.
"Yang kena pinjol ilegal itu ternyata orang-orang yang masih berusia muda. Oleh sebab itu untuk menghindari hal tersebut, kita harus mengerti dalam pengelolaan keuangan," imbuhnya.