Felani menerangkan, maggot bisa memakan sampah organik dengan sangat efektif.
“Sekarang kami agak kewalahan, sampah organik yang masuk sudah hampir tidak bisa menandingi kecepatan maggot ketika makan,” kata Felani.
Sampah organik dari rumah tangga tinggal ditumpuk di atas maggot-maggot yang ditempatkan dalam bak semen di atas tanah.
Dalam hitungan jam, sampah organik sudah bisa dimakan oleh maggot.
“Kotoran maggot jadi kasgot, itu pupuk organik yang sangat bagus, biasanya dimanfaatkan oleh petani desa untuk pupuk, belum kami jual, dipakai warga desa saja dulu, ” terangnya.
“Maggot kami pelihara sampai dua mingguan, setelah itu kami panen, ada sebagian lagi untuk indukan, jadi tidak putus,” tambah Felani.
Adapun maggot dibudidaya dalam kurun waktu 14 hari dengan hasil setiap panen sekitar 150 kg maggot basah.
“Per Maret ini harga sekilo maggot basah di angka 6 ribu per kilo, sedangkan maggot kering di angka 30 ribu per kilo, sudah lumayan mengingat kami sudah bisa budidaya dari telur, dan sekarang sudah banyak yang pesan dari marketplace Facebook,” kata Felani.
Dalam satu bulan, BUMDes Tumang sudah bisa dua kali tebar benih dengan total produksi 2 hingga 3 kuintal maggot basah.
Maggot jadi incaran para peternak unggas dan lele karena memiliki nutrisi tinggi.
“Alhamdulillah untuk pengelolaan sampah kami sudah bisa tanda kutip menghasilkan, yang organik jadi maggot dan kasgot, yang non organik jadi kerajinan, yang kami buang ke TPA Boyolali sekarang sudah sedikit sekali,” kata Felani.
Efektivitas pengelolaan sampah organik dengan maggot juga diamini oleh Kelompok Studi Ilmiah (KSI) Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Ketua Umum KSI FP UNS Nur Mayazah Churin'in, mengatakan budi daya maggot Black Soldier Fly (BSF) menjadi solusi efektif dalam upaya pemanfaatan limbah organik.
“Budi daya maggot BSF dapat menjadi alternatif pakan yang murah dan ramah lingkungan dan yang terpenting bisa meningkatkan perekonomian masyarakat yang membudidaya,” kata dia.