TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dugaan korupsi yang dilakukan oleh suami artis Sandra Dewi, pengusaha Harvey Moeis dan kawan-kawannya ternyata berimbas besar terhadap ekspor timah di Bangka Belitung.
Masyarakat juga setidaknya terpengaruh dengan dugaan korupsi besar-besaran dengan nilai Rp 270 triliun lebih tersebut.
Terutama pada sektor pertambangan, di mana ekonomi Bangka Belitung hingga saat ini masih bergantung pada sektor industri pertambangan timah.
Baca juga: Bahlil Bantah Kebobolan Soal Kasus Korupsi Suami Sandra Dewi: Saya Belum Tahu Duduk Perkaranya
Sebagai penghasil timah terbesar di Indonesia, banyak masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor ini.
Saat ini industri pertambangan timah di Bangka Belitung sedang menjadi sorotan lantaran adanya upaya perbaikan tata kelola pertimahan melalui penegakan hukum terkait dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah tahun 2015-2022 yang dilakukan Kejaksaan Agung RI.
Penegakan hukum terhadap tata kelola timah ini berimplikasi pada ekonomi Bangka Belitung. Hal ini terlihat turunnya nilai ekspor Bangka Belitung.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung nilai ekspor Bangka Belitung pada Januari 2024 hanya 29,79 juta dolar AS (17,48 Persen), turun 82,52 persen dibandingkan ekspor Desember 2023 mencapai sebesar 210,28 juta dolar AS.
Sedangkan, nilai ekspor Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada Februari sebesar 18,76 juta dolar AS, turun 83,33 persen dibandingkan nilai ekspor Februari 2023 (y-on-y) dan turun 37,02 persen dibandingkan Januari 2024 (m-to-m).
Baca juga: Foto-foto Rumah Mewah Sandra Dewi-Harvey Moeis di Australia, Ada Kolam Air Hangat
“Kinerja ekspor Provinsi Bangka Belitung dibagi dua, yaitu timah dan non timah. Pada tahun 2024 sejak Januari, ekspor timah berhenti, nilai ekspor kita pada Januari cuma 29,79 juta dolar AS turun secara yoy,” kata Kepala BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Toto Hariyanto Silitonga dalam pernyataan persnya, Senin(1/4/2024).
Terpisah, Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya (BPJ) dalam RDP dan RDPU Terkait Petunjuk Teknik Penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) mengatakan ekonomi Bangka Belitung saat ini dalam keadaan tidak baik-baik saja ditandai dengan melemahnya daya beli masyarakat.
Dalam kesempatan ini BPJ juga menyampaikan tentang belum terbitnya Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) Perusahaan tambang timah. Sehingga banyak perusahaan pertambangan yang belum beroperasi.
"Salah satu yang menjadi keluhan adalah ekonomi tidak bergerak, salah satu solusi adalah mesti dilakukan percepatan agar ekonomi bisa bergerak dibidang pertambangan. Memang betul timah itu menjadi komoditas penting dalam perekonomian, kalau timah lesu semua jadi lesu," katanya.
Sama halnya dengan yang disampaikan Bupati Belitung Burhanudin yang hadir dalam RDP tersebut menyampaikan kondisi ekonomi masyarakat cukup memprihatinkan karena timah merupakan salah satu lapangan pekerjaan masyarakat.
Saat ini, kata dia timah masyarakat yang ada di Pulau Belitung tidak dapat dijual karena tidak ada yang mau membeli. Hal ini dampak dari penegakan hukum yang saat ini masih berlangsung.
"PT Timah hanya mau beli dari IUP PT Timah, ini jelang lebaran ini kita butuh solusi cepat siapa yang mau beli timah masyarakat agar ekonomi bisa bergerak," katanya.
Menyikapi hal itu, Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal mengatakan, PT Timah bukannya tidak mau mengakomodir timah masyarakat, namun untuk dapat menjadi solusi yang baik tentu saja harus diperkuat dengan aturan yang mendukung. Pasalnya, sejauh ini dalam hal aktivitas penambangan, pemilik IUP bekerja pada kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) miliknya sendiri.
Disinggung soal Izin Pertambangan Rakyat, Dani menjelaskan perusahaan pada intinya ingin dapat membantu untuk terciptanya ekonomi kerakyatan dari pertambangan selama didukung oleh regulasi dan aturan yang jelas.
PT Timah dalam proses bisnisnya kata dia melaksanakan penambangan terintegrasi mulai dari eksplorasi hingga pascatambang.
"Dibutuhkan regulasi atau aturan yang mendukung ekosistem dan siklus bisnis tersebut (bisa saja kerjasama dengan IPR), saat ini untuk ekspor kita harus memiliki asal-usul bijih yang jelas. Jika hal itu dapat terwujud dengan dukungan regulasi, perusahaan dengan sangat terbuka akan memberikan dukungan terhadap visi ekonomi kerakyatan " jelasnya. (Willy Widianto)