Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor sebagaimana terakhir diubah dengan Pemendag Nomor 3 Tahun 2024, jadi kontroversi masyarakat.
Aturan ini menyulitkan masyarakat yang menenteng barang bawaan atau barang belanjaan dari luar negeri karena kini jadi dibatasi jumlahnya. Aturan yang lebih ketat tersebut telah berlaku sejak 10 Maret 2024.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menilai, polemik ini menjadi indikasi bahwa publik merasa dirugikan akan peraturan tersebut.
“Ombudsman memandang bahwa ramainya keluhan publik akibat adanya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 dan Permendag Nomor 3 Tahun 2024 tersebut menjadi indikasi bahwa publik merasa dirugikan dengan adanya peraturan tersebut,” kata Yeka dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (9/4/2024).
"Terlebih aturan tersebut membuat pelayanan pemasukan barang bawaan penumpang menjadi berlarut. Hal tersebut menimbulkan potensi maladministrasi," lanjutnya.
Padahal, kata Yeka, arahan Presiden Jokowi sudah jelas, yakni tidak ada toleransi bagi pelayanan publik yang lambat dan berbelit.
Ia mengatakan, jangan sampai di musim libur Lebaran ini terjadi penumpukan barang bawaan yang harus diperiksa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Hal itu sebagaimana akibat pemeriksaan barang bawaan penumpang yang saat ini lebih ditekankan dilakukan di border.
Yeka mengatakan, ini sangat tidak sesuai dengan asas pelayanan publik kepentingan umum, kecepatan, dan kemudahan yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Oleh sebab itu, Ombudsman mendorong agar Kementerian Perdagangan segera memberikan kepastian layanan atas penumpukan pemeriksaan barang bawaan (penundaan berlarut).
Yeka mengatakan, Kemendag juga harus memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak merugikan masyarakat.
Baca juga: Barang Bawaan Pekerja Migran Tertahan hingga Busuk, Ombudsman Tuntut Kejelasan Layanan
Melihat adanya potensi maladministrasi tersebut, ia mengatakan Ombudsman akan segera melakukan upaya audit hukum atas kebijakan lintas batas (border) dan audit implementasi penyelenggaraan layanan pemeriksaan barang bawaan pelintas batas,
Audit akan melibatkan jajaran pejabat yang terkait di Kementerian Perdagangan serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan.
Pelaksanaan peraturan ini sempat dikeluhkan oleh Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani.
Baca juga: Barang Bawaan Pekerja Migran Tertahan hingga Busuk, Ombudsman Tuntut Kejelasan Layanan
Benny mengklaim menemukan banyak tumpukan barang kiriman Pekerja Migran Indonesia yang tertahan di Tempat Penimbunan Sementara (TPS) JKS, Semarang, Jawa Tengah sejak 2-3 bulan yang lalu.
Benny pun kecewa dengan aturan pembatasan barang kiriman dari luar negeri yang akhirnya berdampak pada Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Benny menilai, adanya regulasi barang larangan dan pembatasan (Lartas) dari Kemendag membuat PMI tidak bisa mengirim barang ke keluarga di Indonesia.
Saat sidak ke TPS, Benny melihat banyak makanan kiriman PMI tertahan hingga rusak, busuk, dan kadaluarsa karena saking lamanya tertahan.
Baca juga: DPR: Jangan Persulit Barang Kiriman Pekerja Migran untuk Lebaran Keluarga di Indonesia!
"Gimana lihat ini, saya marah kalau lihat gini. Kemanusiaan saya tersinggung melihat ini. Ini kan aturannya nggak bener," ucap Benny saat meninjau barang-barang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dibuka berserakan di TPS JKS.
"Dengan fakta-fakta yang saya temukan, saya menyampaikan protes keras terhadap aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan. Saya akan melaporkan hasil kunjungan ini langsung kepada bapak Presiden dan dorongannya adalah untuk dilakukan revisi (Lartas)," terang Benny.
Ia berharap Presiden Joko Widodo memiliki waktu untuk mengunjungi dan mengecek langsung TPS, sehingga bisa didapat pandangan jelas mengenai Lartas PMI.
"Mudah-mudahan presiden punya waktu untuk melihat langsung. Ini bukan jumlah yang sedikit, ini kan tidak lucu kalau saya sendiri mengajak PMI demo. PMI itu 4,9 juta jumlahnya. Apa saya harus memimpin demo di istana, apakah saya harus memimpin demo di halaman kantor Menteri Perdagangan, kan nggak lucu," ungkapnya.