"Langkah ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap hard currencies, terutama USD, mengingat skala ekonomi dan volume perdagangan antar negara Asia terus meningkat, juga untuk meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah," jelas Menperin.
Selain itu, upaya memperbaiki performa sektor logistik untuk mendukung pertumbuhan sektor industri juga perlu ditempuh.
Sepanjang triwulan I – 2024, terjadi peningkatan pada indeks biaya logistik dunia yang merupakan dampak dari konflik Israel-Palestina.
Kenaikan biaya logistik yang semakin tinggi akan tergantung pada ekskalasi konflik yang mungkin terjadi selanjutnya.
Sementara itu, saat ini Indonesia berada pada peringkat ke-63 dunia dan ke-6 di ASEAN untuk Logistics Performance Index (LPI), jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam.
Artinya, biaya dan waktu penanganan logistik di Indonesia jauh lebih mahal dan lama bila dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia maupun di kawasan ASEAN.
Catatan lain adalah rasio pinjaman produktif di Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan pinjaman konsumtif juga menunjukkan perlunya mempermudah sektor industri untuk memperoleh kredit.
Bila melihat kondisi di Tiongkok, kredit lebih banyak mengalir ke sektor produksi dibandingkan ke konsumsi.
Menperin berharap, rasio kredit di Indonesia juga dapat bergeser dan didominasi oleh kredit produksi, sehingga sektor industri bisa semakin berkembang.
"Pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan kondisi tersebut. Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat dan Pemerintah berupaya menyiapkan kebijakan-kebijakan strategis untuk menjaga sektor industri," ucap Agus.