Laporan Wartawan Tribunnews, Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memiliki hunian pribadi di kota besar seperti Jakarta menjadi idaman banyak orang. Jakarta yang menjadi pusat ekonomi dan bisnis menjadikan harga hunian sangat tinggi, nilai pajaknya juga ikutan tinggi.
Maka dari itu bagi pemilik rumah sudah tidak asing lagi dengan istilah Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Tiap tahun PBB-P2 wajib dibayarkan.
Saat ini aturan tersebut terdapat dalam regulasi terbaru yang mengatur tentang pajak daerah, yaitu Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2024 yang merupakan tindak lanjut terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 yang mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta, Morris Danny menekankan pentingnya bagi warga atau Wajib Pajak yang memiliki rumah di Jakarta akan pemahaman yang baik terhadap ketentuan PBB-P2.
"Dengan memahami ketentuan tersebut, Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Morris dkutip Senin (6/5/2024).
Dia mengajak wajib pajak untuk menaati kewajiban perpajakan untuk membangun Jakarta yang lebih maju dan sejahtera.
Morris menjelaskan, PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan/lembaga.
Yang dimaksudkan dengan bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman.
Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap di atas permukaan bumi dan di bawah permukaan Bumi.
Baca juga: Cara Bayar Pajak Bumi dan Bangunan Lewat ATM BCA, BRI, BNI, dan Mandiri
Pada pasal 31 pada ayat (1) dan (2) Perda No 1 Tahun 2024 dijelaskan cakupan objek pajak PBB-P2 merupakan bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Bumi sebagaimana dimaksud termasuk permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengerukan.
Adapun bumi dan/atau bangunan kantor pemerintah, kantor pemerintahan daerah dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah Provinsi DKI Jakarta dan daerah lainnya; bumi dan/atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan; bumi dan/atau bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis, itu bukan objek pajak PBB-P2.
Baca juga: Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan, Tarif PBB Kota Solo Naik hingga 400 Persen
Selain itu bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara bumi dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh gubernur bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah, itu bukan objek untuk dikenakan pajak.
Menurut Morris, objek Pajak dan Wajib Pajak PBB-P2 dijelaskan pada pasal 32 pada ayat (1) dan (2) Perda Nomor 1 Tahun 2024, yaitu Objek Pajak dan Wajib Pajak PBB-P2 merupakan orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
Dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan berdasarkan proses penilaian PBB-P2, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap satu tahun.
Baca juga: Bapenda DKI Jakarta Hapus Sanksi untuk Wajib Pajak yang Bayar PBB Sebelum 30 September
"NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp60 juta untuk setiap Wajib Pajak. Dalam hal Wajib Pajak memiliki atau menguasai lebih dari satu objek PBB-P2 di wilayah Provinsi DKI Jakarta, NJOPTKP hanya diberikan atas salah satu objek PBB-P2 untuk setiap Tahun Pajak," kata Morris.
Lebih jauh Morris menjelaskan dasar pengenaan PBB-P2 berikutnya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20 persen dan paling tinggi 100 persen
dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP.
"Besaran persentase sebagaimana dimaksud atas kelompok objek PBB-P2 dilakukan dengan mempertimbangkan kenaikan NJOP hasil penilaian, bentuk pemanfaatan objek pajak, dan klasterisasi NJOP dalam satu wilayah provinsi, " ucap Morris.
Morris menambahkan besaran NJOP ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Bila ada ketentuan baru mengenai penilaian PBB-P2, diatur dengan Peraturan Gubernur, termasuk bila ada ketentuan lebih lanjut mengenai besaran persentase NJOP dan pertimbangan diatur dengan Peraturan Gubernur.
Morris Danny menjelaskan, tarif PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,5 persen. Sedangkan tarif PBB- P2 yang berupa lahan produksi pangan dan ternak ditetapkan sebesar 0,25 persen.
Lama masa pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender.
Sedangkan cara perhitungan PBB- P2 adalah besaran pokok PBB-P2 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 dengan tarif PBB-P2.
Saat terutang PBB-P2 ditetapkan pada saat terjadinya kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan bumi dan/atau bangunan.
Saat yang menentukan untuk menghitung PBB-P2 terutang, yaitu menurut keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari.
Wilayah Pemungutan PBB-P2 yang terutang merupakan wilayah Provinsi DKI Jakarta yang meliputi letak objek PBB-P2. Termasuk dalam wilayah Pemungutan PBB-P2 merupakan wilayah Provinsi DKI Jakarta tempat bumi dan/atau bangunan berikut berada di laut pedalaman dan perairan darat serta bangunan di atasnya.
Bangunan yang berada di luar laut pedalaman dan perairan darat yang konstruksi tekniknya terhubung dengan bangunan yang berada di daratan, kecuali pipa dan kabel bawah laut.
"Perda Provinsi DKI Jakarta No 1 Tahun 2024 mengatur ketentuan terbaru tentang PBB-P2,termasuk objek pajak, wajib pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, masa pajak, cara perhitungan pajak, dan tata cara penetapan dan penerapan pajak," kata Morris.
Dia menekankan pentingnya bagi warga atau Wajib Pajak yang memiliki rumah di Jakarta akan pemahaman yang baik terhadap ketentuan PBB-P2.
"Dengan memahami ketentuan tersebut, Wajib Pajak dapat memenuhi kewajiban perpajakannya dengan tepat waktu dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," kata Morris.