Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani menceritakan selama 10 tahun terakhir terjadi dinamika global dan nasional, serta berbagai guncangan yang menciptakan berbagai tantangan yang rumit dan tidak mudah bagi perekonomian Indonesia.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani di Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda penyampaian pemerintah soal kebijakan fiskal RAPBN 2025 di DPR.
Menurut Sri Mulyani selama 10 tahun terakhir, dunia mengalami eskalasi tensi geopolitik yang menyebabkan perang di Ukraina, Palestina, ketegangan di kawasan Asia dan perang dagang.
"Yang menimbulkan fragmentasi global dan disrupsi rantai pasok yang luar biasa," ujar Sri Mulyani di DPR, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Selain itu, ucap Sri Mulyani, tantangan lain seperti pandemi Covid 19 dan perubahan iklim juga menyebabkan ancaman kemanusiaan serta dampak ekonomi dan keuangan yang sangat besar. Dalam menghadapi berbagai guncangan dan tantangan perubahan besar ini, menurutnya, Indonesia mampu merespon dengan baik.
"Sehingga Indonesia dapat menjaga perekonomian nasional dan masyarakatnya," terang Sri Mulyani.
Dia menuturkan, Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbuka tidak terlepas dari dinamika dunia yang harus terus diwaspadai dan dikelola. Kerangka ekonomi makro (KEM) dan pokok-pokok kebijakan fiskal (PPKF) harus mampu mengidentifikasi memahami dan mengantisipasi tantangan dan perubahaan tersebut.
"Sehingga kita dapat merumuskan kebijakan ekonomi makro dan merancang instrumen kebijakan fiskal yang tepat untuk menghadapinya," tambah Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani: Kinerja APBN di Januari 2024 Jadi Bekal Awal Hadapi Guncangan Ekonomi
Beberapa guncangan global hebat yang mempengaruhi KEM PPKF dalam 10 tahun atau 15 tahun terakhir seperti krisis keuangan di Amerika Serikat dan Eropa yang terjadi 2008-2009 yang nyaris melumpuhkan sistem keuangan dunia dan menyebabkan kontraksi ekonomi global sebesar 0,14 persen.
Tantangan yang paling berat selama 1 dekade terakhir adalah pandemi Covid 19 yang melanda seluruh dunia. Kebijakan pembatasan interaksi dan mobilitas menyebabkan terhentinya seluruh aktivitas ekonomi.
Baca juga: Prabowo Berambisi Bawa Pertumbuhan Ekonomi RI 8 Persen, Ekonom Bilang Sulit, Harus Ambil Langkah Ini
"Laju pertumbuhan ekonomi global mengalami kontraksi 2,7 persen pada 2020. Pemerintah membutuhkan dana besar untuk menangani krisis pandemi, pada saat yang sama pendapatan negara turun drastis karena berhentinya aktivitas ekonomi," terangnya.
Sri Mulyani mengaku tidak mudah mengelola APBN dan mengelola ekonomi, serta menyelamatkan masyarakat pada saat yang sama. Di 2020 tingginya ketidakpastian terkait berapa lama pandemi akan berlangsung dan seberapa besar dampaknya bagi kehidupan masyarakat dan ekonomi menyebabkan pemerintah bersama dpr melakukan tiga kali revisi APBN 2020.
Pemerintah mengambil langkah ekstraordinari strategis dalam penanganan pandemi termasuk diperbolehkan defisit fiskal di atas 3 persen, selama 3 tahun 2020-2022.
"Meskipun demikian pengelolaan APBN pruden dan kredibel berhasil mengembalikan APBN kembali ke bawah defisit di bawah 3 persen 1 tahun lebih cepat. Ini menimbulkan suatu kredibelitas dan reputasi yang sangat baik bagi Indonesia dan dalam pengelolaan APBN. Ini menjadi bekal bagi pemerintah baru selanjutnya, " terang Sri Mulyani.
Sedangkan, periode pasca pandemi Covid 19 diwarnai disrupsi rantai pasok global dengan terjadinya eskalasi konflik Rusia dan Eropa-AS, serta konflik timur tengah. Kombinasi eskalasi geopolitik dan disrupsi rantai pasok menimbulkan tekanan inflasi yang persisten tinggi.
"Hal ini direspon dengan kebijakan kenaikan suku bunga pada level tinggi dan jangka yang panjang. Hal ini menimbulkan aliran modal ke luar negeri bagi negara-negara berkembang dan emerging," tutur Sri Mulyani.
Selain itu, persaingan geopolitik antara AS dan Tiongkok dalam bentuk trade war dan chip war telah menimbulkan fragmentasi global serta disrupsi perdagangan dan investasi. Persaingan dua kekuatan ekonomi besar dunia diperkirakan akan terus berlangsung dalam dekade mendatang.
"Yang tentunya berdampak terhadap prospek ekonomi nasional dan dunia," ucap Sri Mulyani.