Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program co-firing atau substitusi batubara dengan biomassa pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bisa berdampak positif terhadap tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia.
Sebab menurut Kepala Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) Institut Pertanian Bogor (IPB), Meika Syahbana Rusli, substitusi itu membuat berkurangnya emisi yang sebelumnya dihasilkan dari pembakaran batubara.
Baca juga: Kementerian Pertanian Sebut UPPO-Biogas Bakal Jadi Masa Depan Pertanian yang Ramah Lingkungan
Selain itu, pelaksanaan program cofiring biomassa dinilai cocok dilakukan di Indonesia di mana potensi lahan kering terhitung cukup besar.
"Lahan kering ini cocok ditanami untuk tanaman energi. Lahan kering ini masih banyak yang tidak produktif, yang hanya ditumbuhi alang-alang, rumput-rumputan atau pepohonan yang tidak termanfaatkan. Di Pulau Jawa, ada 1 juta hektar lahan kering yang potensial dimanfaatkan untuk tanaman energi," kata Meika Syahbana Rusli dalam keterangannya, Minggu (19/5/2024).
Meika mengungkap selama ini pemanfaatan biomassa hanya bersumber dari limbah seperti dahan-dahan kering pepohonan yang tidak termanfaatkan ataupun dengan serbuk gergaji.
Program hutan energi dinilai dapat menjadi solusi yang tepat untuk mendorong pemanfaatan biomassa dalam rangka mengejar target pengurangan emisi lewat program cofiring PLTU.
Salah satu program hutan tanaman energi sebelumnya telah digagas oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) di beberapa wilayah seperti Cilacap Jawa Tengah, Tasikmalaya Jawa Barat dan Gunung Kidul Yogyakarta.
Baca juga: Empat Perusahaan Validasi dan Verifikasi Gas Rumah Kaca Raih Standar Internasional
Menurutnya pogram ini perlu diperbanyak dengan terus melibatkan pemerintah, swasta dan masyarakat setempat.
Apalagi, implementasi hutan energi memiliki manfaat yang berkelanjutan di mana pohonnya dapat tetap tumbuh untuk jangka panjang sebab hanya dahan atau rantingnya yang digunakan.
"Jadi ini juga ramah lingkungan, sustainable bahan baku dari tanaman energi ini atau kayu yang besar dipanen kemudian ditanam lagi kayu disana. Artinya budidayanya berlanjut. Ini akan memelihara lingkungan juga menjadi teduh, tidak banyak lahan terbuka, tidak ada erosi," ungkap Meika.
Selain itu, program ini juga dipandang berpotensi mendorong pertambahan nilai ekonomi untuk masyarakat.
"Jadi bisa juga menimbulkan sirkular ekonomi di masyarakat. Ada manfaat ekonomi langsung yang bisa dirasakan oleh masyarakat. Ini benar-benar ekonomi kerakyatan," terangnya.
Meika menjelaskan, ada beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan seperti Kaliandra, Gamal dan Lamtoro.
Implementasi program hutan energi dengan melibatkan masyarakat pun diharapkan dapat ikut mendorong terbentuknya organisasi kelompok tani di wilayah-wilayah yang menjadi sasaran program.
"Nanti, dahan-dahannya bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar biomassa sementara daunnya dapat digunakan untuk pakan ternak," kata Meika.