News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ini 4 Penyebab Inflasi dan Manfaatnya Bagi Para Pelaku Pasar Saham

Penulis: willy Widianto
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Karyawati mengamati harga saham di Profindo Sekuritas Indonesia di Jakarta

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, terjadi inflasi tahunan sebesar 2,84 persen pada Mei 2024. Penyumbang utama inflasi Mei 2024 secara tahunan adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau.

Fluktuasi angka inflasi mempengaruhi kegiatan investasi. Inflasi menyebabkan harga naik seiring waktu, yang mengurangi nilai uang. Intensitasnya di berbagai wilayah bervariasi sehingga memberi pengaruh yang berbeda pada tabungan dan investasi.

Itulah sebabnya pemahaman akan inflasi merupakan kunci dari perencanaan keuangan dan pengambilan keputusan ekonomi yang efektif.

Baca juga: IHSG Dibayangi Tekanan Usai Libur Panjang, Berikut Saham Pilihan Hari Ini

Pengamat Pasar Finansial dan Keuangan Octa, Kar Yong Ang menyebut inflasi bukan kemahalan.

Inflasi kata dia adalah kenaikan harga barang dan jasa yang berdampak pada biaya hidup kita.

"Indeks Harga Konsumen (IHK) mengukur inflasi dengan melacak apa yang kita bayar untuk barang kebutuhan sehari-hari. Indeks Harga Produsen (IHP) melihat perubahan harga dari perspektif penjual dan produsen.

"Kebanyakan orang membicarakan inflasi dari sudut pandang IHK yang menunjukkan biaya hidup secara keseluruhan," ujar Kar Yong Ang, Kamis(20/6/2024).

Namun, lanjut Kar Yong Ang ahli ekonomi mempertimbangkan inflasi inti untuk memahami tren yang sesungguhnya.

Inflasi inti tidak meliputi harga bahan makanan dan energi yang berfluktuasi, dan memberi gambaran lebih jelas mengenai inflasi stabil suatu perekonomian.

Berikut beberapa faktor penyebab inflasi:

1. Faktor Permintaan

Saat permintaan akan barang dan jasa naik, harga pun naik (inflasi yang ditarik oleh permintaan). Permintaan domestik yang kuat menarik investor asing, meningkatkan permintaan akan mata uang lokal, dan menyebabkan apresiasi mata uang.

2. Biaya

Naiknya biaya produksi, seperti upah dan bahan mentah, meningkatkan harga (inflasi yang didorong oleh biaya).

Menurut Kar Yong Ang, negara-negara yang menghadapi inflasi yang didorong oleh biaya menjadi makin kompetitif dalam perdagangan, yang akan menyebabkan depresiasi mata uang.

Baca juga: Morgan Stanley Turunkan Peringkat Saham Indonesia, Khawatir Arah Kebijakan APBN Pemerintahan Baru

3. Utang nasional

Utang nasional yang tinggi mendorong pemerintah untuk mencetak lebih banyak uang, yang berpotensi meningkatkan inflasi.

"Tingginya utang dipadukan dengan kekhawatiran akan inflasi mengurangi keyakinan investor dan mendorong terjadinya depresiasi mata uang," kata Kar Yong Ang.

4. Persediaan uang

Meningkatnya persediaan uang mendorong inflasi, sementara mengurangi persediaan uang membantu mengendalikan tekanan inflasi.

Kata Kar Yong Ang inflasi memiliki berbagai pengaruh berbeda pada kelas aset. Misalnya, saham dapat berkinerja baik selama periode inflasi jika perusahaan menaikkan harga untuk mengimbangi biaya yang meningkat.

Namun, investasi berpenghasilan tetap seperti obligasi dapat mengalami kerugian karena pembayaran bunga tetap real menjadi kurang bernilai. Real estate dan komoditas sangat baik sebagai nilai lindung terhadap inflasi karena nilainya cenderung meningkat seiring dengan harga.

"Inflasi juga dapat memengaruhi nilai tukar. Negara-negara dengan tingkat inflasi rendah biasanya mengalami apresiasi nilai mata uang dibandingkan negara-negara dengan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini karena barang dan jasa di negara berinflasi rendah menjadi relatif lebih murah sehingga meningkatkan minat akan mata uangnya," kata Kar Yong Ang.

Dari sudut pandang trading, jika menurut Anda inflasi suatu negara akan lebih rendah dari negara lainnya, Anda dapat membeli mata uang negara dengan inflasi yang lebih rendah. Dengan demikian, ketika tingkat inflasi berbeda, Anda bisa trading mata uang dan berpotensi menghasilkan profit dari selisih nilai.

Selain itu, data inflasi memberikan petunjuk mengenai apa yang selanjutnya mungkin akan dilakukan bank sentral dengan tingkat suku bunga. Saat inflasi tinggi, bank sentral sering kali menaikkan suku bunga untuk memperlambat pengeluaran dan investasi, yang membantu mengurangi tekanan inflasi.

Sebaliknya, selama periode inflasi rendah atau deflasi, bank sentral biasanya menurunkan suku bunga untuk menstimulasi pinjaman dan pengeluaran.

Trader bisa memanfaatkan informasi inflasi?

1. Tingkat suku bunga tinggi merugikan saham

Saat tingkat suku bunga meningkat, biaya pinjaman bisnis juga meningkat sehingga mengurangi profitabilitas. Misalnya, jika perusahaan memiliki pinjaman atau obligasi dengan tingkat suku bunga yang berbeda-beda, pembayaran bunganya akan meningkat dan berpotensi menurunkan penghasilan.

"Selain itu, tingkat suku bunga yang tinggi dapat menghalangi pelanggan untuk meminjam sehingga mengurangi pengeluaran pelanggan dan menurunkan aktivitas bisnis. Selama kejutan inflasi 2022–2023, saham mengalami volatilitas besar saat investor bereaksi terhadap perubahan tingkat suku bunga dan ekspektasi inflasi," kata Kar Yong Ang.

2. Obligasi kehilangan nilai

Karena obligasi yang baru dikeluarkan dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi, obligasi yang sudah ada dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah menjadi lebih menarik bagi investor. Oleh sebab itu, nilai pasar obligasi yang sudah ada akan menurun dan menyebabkan kejatuhan harga obligasi. Misalnya, jika seorang investor memegang obligasi dengan tingkat suku bunga tetap 3 persen dan obligasi baru dikeluarkan dengan tingkat suku bunga 5 persen, investor itu dapat menjual obligasinya dengan diskon untuk mengimbangi keuntungan lebih tinggi yang ditawarkan oleh obligasi baru.

3. Peningkatan suku bunga memperkuat mata uang

Saat bank sentral menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi, bank sentral menarik minat investor asing yang mencari keuntungan lebih tinggi. Minat yang lebih besar terhadap mata uang negara tersebut akan meningkatkan nilainya. Misalnya, jika Federal Reserve AS meningkatkan suku bunga, investor akan membeli lebih banyak dolar AS, yang akan memperkuat dolar terhadap mata uang lainnya.

4. Tingkat suku bunga yang lebih tinggi menurunkan permintaan akan komoditas

Kenaikan suku bunga menurunkan aktivitas perekonomian secara keseluruhan, tetapi beberapa komoditas seperti minyak dan gas berperan sebagai lindung nilai dari inflasi. Selama periode inflasi tinggi, investor dapat mengalokasikan lebih banyak modal pada komoditas sebagai penyimpanan nilai. Misalnya, selama kejutan inflasi 2022–2023, harga minyak dan gas mengalami peningkatan tinggi karena investor ingin melindungi aset mereka dari tekanan inflasi.

"Inflasi memiliki manfaat jangka pendek, seperti mendorong kenaikan upah dan menstimulasi pertumbuhan, terutama di perekonomian yang kuat. Namun, jika berkelanjutan, inflasi akan menguras tabungan masyarakat dan mengurangi daya beli mereka. Untuk melawannya, investasi dalam perusahaan solid yang menawarkan barang dan obligasi pemerintah merupakan ide bagus selama inflasi," ujar Kar Yong Ang.

Trader dan investor lanjut Kar Yong Ang harus memantau indikator inflasi dan tindakan bank sentral untuk mengantisipasi efeknya pada pasar.

"Selain itu, jika Anda tahu bagaimana suatu peristiwa tertentu memengaruhi tingkat suku bunga, Anda dapat memanfaatkannya dengan cepat," ujar Kar Yong Ang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini