News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Apindo Sebut Biaya Usaha di Indonesia Serba Mahal, Mulai dari Logistik Hingga Tenaga Kerja

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani ketika ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut biaya berusaha di Indonesia serba tinggi atau mahal.

Ia mengatakan, biaya yang serba mahal ini menjadi kendala bagi pelaku usaha melakukan bisnis.

"Pelaku usaha terkendala oleh high cost doing business. Masalahnya yang masih konsisten di Indonesia ini adalah high cost economy," kata Shinta dalam acara diskusi bertajuk "Presiden Baru, Persoalan Lama" di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).

Baca juga: Pengusaha Sebut Kondisi Industri Tekstil Kritis, Apindo: Harus Dapat Perlakuan Khusus

Menurut dia, Indonesia merupakan negara yang memiliki biaya logistik, supply chain, energi, tenaga kerja, dan pinjaman termahal di antara negara ASEAN-5.

Negara-negara ASEAN-5 adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Biaya logistik perdagangan Indonesia, salah satu komponen biaya usaha yang disebut Shinta, sebesar 23,5 persen dari PDB. Ini dinilai relatif tidak efisien dan kompetitif untuk perdagangan.

Bila dibandingkan dengan beberapa negara lainnya, Indonesia terpaut cukup jauh. Contohnya seperti biaya logistik perdagangan Malaysia sebesar 13 persen dan Singapura 8 persen.

Meski Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyatakan biaya logistik perdagangan Indonesia telah turun ke 14-15 persen pada 2023, Shinta mengatakan kenyataannya berbeda.

Ia menyebut, Logistic Performance Index (LPI) 2023 memperlihatkan adanya kelemahan yang signifikan dalam performa logistik Indonesia.

Baca juga: Apindo Sebut Iuran Tapera Harusnya Sukarela, Buruh Minta Dibatalkan

"Khususnya dari segi ketepatan waktu, kualitas layanan tracking, dan efisiensi pelayanan internasional," ujar Shinta.

Biaya komponen lainnya yang Indonesia tertinggal dari negara ASEAN lainnya adalah dari sisi biaya dan waktu untuk impor dan ekspor.

Shinta mengatakan, khususnya impor, Indonesia memiliki biaya paling mahal dan waktu paling lama di antara ASEAN-5.

Baca juga: Apindo Tolak Kebijakan Pemberlakuan Iuran Tapera

Biaya dan waktu untuk melakukan kegiatan impor di Indonesia sebesar 164 dolar AS dan 106 jam. Sementara itu, rata-rata ASEAN-5 sebesar 104 dolar AS dan 58 jam.

Shinta mengatakan, tingginya biaya-biaya ini menjadi disinsentif bagi Indonesia dalam upaya menjadi bagian dari global value chain dan regional value chain.

"Kita selalu mengatakan Indonesia harus menjadi bagian dari value chain, tapi ini logistik kita menjadi masalah," pungkas Shinta.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini