Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyebut kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) lokal kini sedang kritis dan membutuhkan perlakuan khusus dari Pemerintah.
"Sekarang Industri TPT harus dibantu karena kondisinya sangat kritis. Industri TPT harus diperlakukan khusus karena mereka enggak ada kendala dari segi impor bahan baku penolong, tetapi (terkendala di) finished goods," katanya ketika ditemui di Hotel Le Meridien, Jakarta, Selasa (25/6/2024).
Menurut Shinta, terjadi penurunan permintaan di industri TPT, baik itu dari luar maupun dalam negeri.
Namun, ia memandang, satu hal yang saat ini sedang sangat disorot adalah impor ilegal baju jadi yang membanjiri Indonesia. Ia mengatakan, pihaknya tengah membantu mengatasi ini dengan pemerintah.
"Ada masalah dengan illegal import ini yang sekarang kita coba bantu atasi. Ini jelas harus diatasi," ujar Shinta.
Ia mengatakan, pemerintah pernah mengeluarkan peraturan untuk membantu industri TPT, yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Saat itu, industri TPT terbantu dengan regulasi tersebut. Namun, tidak dengan industri lain yang terkendala impornya karena peraturan itu.
"Makanya awalnya pemerintah mengeluarkan Permendag 36 itu merubah dari post border ke border. Itu membantu TPT, tapi industri lain banyak terkendala waktu itu dari segi impornya," tutur Shinta.
Baca juga: Serikat Buruh: UU Cipta Kerja Biang Kerok Badai PHK di Industri Tekstil
Dia menilai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan berlanjut di industri TPT, tetapi prosesnya akan berjalan secara bertahap.
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, ada 13.800 pekerja perusahaan tekstil terkena Pemutusan Hubungan Karyawan (PHK) selama enam bulan pertama tahun ini.
Baca juga: Industri Tekstil Makin Terseok oleh Masifnya Produk Impor dan Pelemahan Rupiah
Presiden KSPN Ristadi mengatakan, sejak Januari hingga awal Juni 2024, ada enam perusahaan yang melakukan PHK karena menutup pabriknya.
Lalu, ada empat perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi perusahaan.