Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 2025 mendatang untuk berbagai barang dan jasa yang disebut hanya berlaku untuk barang mewah.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, istilah barang mewah hanya penamaan saja.
Dia mengatakan, sebenaranya hampir semua jenis barang dan jasa akan dikenakan tarif PPN 12 persen kecuali beberapa bahan pokok.
"Secara menyeluruh memang kena 12 persen. Begitu pengertiannya. Tapi ada beberapa bahan pokok, sembako, itu yang tidak terkena. Jadi sebenarnya semua barangnya akan terkena 12 persen, bahwa penamaan itu sebagai barang mewah atau bahan premium itu bisa saja, tapi hampir semua itu terkena 12 persen," kata Shinta ketika ditemui di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).
Sebagai informasi, kenaikan PPN menjadi 12 persen ini disebut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Airlangga menegaskan tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.
Di antaranya seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.
Baca juga: APINDO: PPN 12 Persen Picu Lonjakan Inflasi di 2025
"Barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen. Seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu," kata Airlangga, Senin (16/12/2024).
Dia menyebut ada tiga komoditas penting yang tarifnya tetap 11 persen di tahun depan, yakni Minyakita, gula, dan tepung terigu.
Baca juga: INSA Tegaskan Kenaikan PPN 12 Persen Bakal Berdampak Ke Biaya Kargo
Airlangga bilang, tiga komoditas itu nantinya akan ditanggung pemerintah melalui kebijakan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP). Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli masyarakat.
"Dengan penerapan PPN 12 persen tersebut, pemerintah memberikan stimulus ataupun paket kebijakan ekonomi bagi rumah tangga berpendapatan rendah, itu PPN ditanggung pemerintah 1 persen," kata Airlangga.