Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menilai realokasi belanja kementerian dan lembaga (K/L) diperlukan agar tidak terhadi penambahan defisit fiskal.
Menurutnya, program Makan Bergizi Gratis pada pemerintahan Prabowo Subianto hanya memakai anggaran Rp71 triliun sekitar 2 sampai 2,5 persen dari belanja negara.
“APBN masih bisa menyerap, melalui realokasi belanja-belanja dari KL lainnya, sehingga tidak perlu menambah defisit,” ucapnya kepada Tribun, Selasa (25/6/2024).
Baca juga: Makan Bergizi Gratis Didanai Rp 71 Triliun, akan Disusun Secara Detail oleh Tim Prabowo-Gibran
Anthony menjelaskan yang menjadi persoalan justru tantangan target dari program tersebut.
Dia melihat sasaran dari program Makan Bergizi Gratis masih belum tergambarkan.
“Target apa yang mau dicapai dengan program makan siang gratis ini? Apakah untuk mengentaskan kekurangan Gizi (stunting)? Target dan sasaran ini sangat penting dan harus terukur dan jelas, agar bisa dibuat program sesuai target dan tepat sasaran,” ucapnya.
Anthony menambahkan apabila program ini diberikan di sekolah di mana saja murid-murid yang mengalami kekurangan gizi.
Hal tersebut yang perlu dijawab sehingga anggaran yang dipakai itu menjadi tidak sia-sia.
”Apakah semua murid saat ini mengalami kekurangan gizi? Kalau tidak, maka program pengentasan stunting ini akan tidak efektif dan salah sasaran,” tukasnya.
Sebelumnya, Program makan gratis yang bakal dijalankan Prabowo-Gibran bakal menelan anggaran mencapai Rp 71 triliun.
Anggaran ini tentu diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.
Dalam program ini APBN tidak mengalami defisit yang terlalu besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan defisit anggaran cuma mencapai sekitar 2,29 persen hingga 2,82 persen.
Baca juga: Makan Gratis dari BOS, Ketua Komisi X DPR: Anggaran BOS Harus Naik 600 Persen