News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rupiah Makin 'Letoy' Biaya Pengadaan Energi Melonjak, Pengamat Sebut APBN Kian Tertekan

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILustrasi pengeboran minyak lepas pantai. Kini biaya pengadaan energi bakalan melonjak seiring menurunnya rupiah terhadap dolar AS

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan peningkatan Indonesia CrudePrice (ICP) memberikan dampak langsung terhadap meningkatnya biaya pengadaan energi seperti listrik hingga bahan bakar minyak di Indonesia.

Pengamat Ekonomi Energi sekaligus Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan, peningkatan biaya pengadaan energi di Indonesia dapat disebabkan karena meningkatnya harga bahan baku atau akibat selisih kurs rupiah.

Dengan demikian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kian mengalami tekanan.

Baca juga: Menkeu Ungkap Penyebab Rupiah Tertekan di Level Rp 16.431 per Dolar AS pada Akhir Mei 2024

"Berdasarkan simulasi keterkaitan antara biaya pengadaan BBM dengan harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah ditemukan bahwa setiap peningkatan harga minyak mentah sebesar 1 dolar AS per barel akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp150 per liter," ungkap Komaidi dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).

"Sementara, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per dolar AS, akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp100 per liter," sambungnya.

Ia melanjutkan, berdasarkan data yang ia peroleh, rata-rata realisasi kurs tengah Bank Indonesia selama 1 Januari hingga 26 Juni 2024 adalah Rp15.892 per dolar AS atau lebih tinggi Rp892 per dolar AS dibandingkan asumsi APBN 2024.

Dengan demikian, lanjut Komaidi, pelemahan rupiah tersebut memberikan dampak terhadap meningkatnya biaya pengadaan BBM sekitar Rp705 untuk setiap liternya.

Peningkatan biaya pengadaan BBM akan lebih besar lagi jika memperhitungkan realisasi rata-rata ICP pada periode yang sama tercatat lebih tinggi dibandingkan asumsi APΒΝ 2024.

Dampak pelemahan nilai tukar terhadap harga energi khususnya BBM terpantau juga dialami oleh hampir semua negara.

Sebagai gambaran rata-rata harga BBM untuk jenis Bensin RON 95 selama Januari- Juni 2024 dari sejumlah negara seperti Singapura, Filipina, Thailand, Laos, dan Vietnam masing-masing adalah Rp33.850 per liter, Rp19.302 per liter, Rp16.850 per liter, Rp 23.650 per liter, dan Rp15.033 per liter.

Baca juga: Kurs Rupiah Ambruk, Fundamental Ekonomi RI Sebenarnya Sedang Baik atau Buruk?

Komaidi melanjutkan, jika mempertimbangkan kondisi realisasi APBN sampai kuartal I-2024 serta memperhatikan aspek keberlanjutan ketersediaan BBM di dalam negeri, penyesuaian harga BBM kemungkinan akan menjadi opsi yang cukup logis di tengah relatif terbatasnya opsi kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah.

"Kebijakan harga yang kurang proporsional dan terbatasnya anggaran subsidi berpotensi menimbulkan risiko ekonomi dan sosial yang besar akibat terganggunya keberlanjutan pasokan BBM di dalam negeri," ungkap Komaidi.

Meskipun kemungkinan akan menjadi opsi kebijakan yang cukup logis, pemerintah perlu mengantisipasi potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari kebijakan penyesuaian harga BBM.

"Produk domestik bruto (PDB) Indonesia baik berdasarkan pendekatan sektoral maupun kelompok pengeluaran memiliki keterkaitan yang kuat dengan harga energi," ungkap Komaidi.

"Berdasarkan kelompok pengeluaran, sekitar 55 persen PDB Indonesia merupakan kontribusi dari sektor konsumsi yang relatif sensitif terhadap tingkat inflasi," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini