Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nur Kholifah (32) sejak kecil diajak kakek neneknya ke kebun kopi.
Dari situ, kecintaan Nur pada kopi Gucialit semakin dikenal hingga petani lebih sejahtera.
Gucialit adalah nama Kecamatan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kampung halaman Nur.
Baca juga: Tingkatkan Kompetensi, Kemendikbudristek Beri Magang LKP Barista di Industri Kopi
Selama enam tahun terakhir, Nur bersama suami, Rifqi Zulkarnain Masruri bermitra dengan para petani.
Dari berproduksi di sebuah tempat bekas bengkel, kini Kopi Gucialit memiliki rumah produksi sendiri yang diberi nama Bale Kopi Gucialit.
Ia menggagas program Menabung Kopi yang dirasakan manfaatnya oleh para petani kopi mitra Kopi Gucialit.
“Yang aku lihat, potensi kopi banyak banget, tapi belum ada yang mengolah kopi dan dijual produknya. Dari situ, aku melihat ada peluang, dan akhirnya coba mengolah biji kopi dari petani lokal,” Nur berkisah, Selasa (2/7/2024).
Ia pun mulai merintis dengan peralatan seadanya, berbekal alat grinding manual.
Untuk me-roasting kopi pun Nur dan suaminya harus ke wilayah kota karena tidak memiliki mesin roasting sendiri.
Terbaru, Nur terpilih sebagai salah satu dari 20 peserta Women Ecosystem Catalyst.
Baca juga: Harga Kopi Robusta dan Arabika di Pasar Global Melonjak, Tertinggi Sejak 2010
WEC merupakan program yang digagas PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) melalui Payung Program Keberlanjutan bersama Perkumpulan Imajinasi Penaja Mula dan Dinas Koperasi UKM Provinsi Jawa Tengah.
Selama dua tahun ia berkeliling di Kecamatan Gucialit, berinteraksi dengan petani, dan menyusun apa yang bisa dilakukan dengan kenyataan yang ia jumpai di lapangan.
Tak patah semangat, Nur menunjukkan keseriusannya membangun usaha ini.
Orangtuanya pun akhirnya turut berkontribusi dengan memberikan sebuah mesin roasting kopi dengan kapasitas 1 kilogram.
Dengan adanya alat ini, kapasitas produksi pun bertambah, meski kala itu hanya mampu membeli kopi petani sebanyak maksimal 50 kilogram.