News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Khawatir Bias, Hippindo Tolak Zonasi Larangan Penjualan Produk Tembakau di RPP Kesehatan

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Dewan Penasihat Hippindo Tutum Rahanta.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menyatakan menolak pasal tembakau yang tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

Penolakan ini lantaran ketentuan dalam pasal dimaksud berpotensi mengancam keberlangsungan usaha ritel.

Misalnya produk tembakau menyumbang angka pendapatan usaha yang besar di mana pada tahun 2023, estimasi total nilai penjualan produk tembakau nasional pada ritel modern mencapai angka Rp40 triliun.

Jika aturan ini disahkan, maka diperkirakan lebih dari setengah jumlah pendapatan tersebut akan hilang. Hal ini karena aturan dalam RPP Kesehatan akan berdampak, khususnya soal rencana larangan penjualan rokok dengan zonasi 200 meter dari tempat pendidikan dan tempat bermain anak.

Ketua Dewan Penasihat Hippindo Tutum Rahanta menerangkan bahwa aturan produk tembakau yang saat ini berlaku sudah baik dari sisi peraturan dan implementasinya.

"Aturan yang berlaku saat ini untuk tata cara penjualan rokok itu sudah komprehensif. Dengan memperketat aturan tembakau di RPP Kesehatan, seperti aturan zonasi 200 meter dari pusat pendidikan dan tempat bermain anak, ini akan menjadi sangat bias dan menimbulkan ketidakpastian di lapangan," kata Tutum kepada wartawan, Rabu (3/7/2024).

Tutum juga melihat aturan penjualan produk tembakau yang tercantum di RPP Kesehatan dapat mengusik keberlangsungan usaha dan aturan yang sebelumnya sudah berlaku.

Baca juga: Asosiasi Jasa Periklanan Tolak Aturan Baru Iklan Produk Tembakau di RPP Kesehatan

Dikhawatirkan imbas dari aturan dalam RPP Kesehatan berdampak pada penjualan produk tembakau di pasar gelap. Jika itu terjadi, pemerintah bisa kesulitan untuk mengontrol peredarannya.

"(Penjualan) kalau diganggu pasti akan berdampak terhadap timbulnya kesempatan lain. Saya kira nanti (akan) timbul (penjualan produk tembakau) di pasar gelap dan membludak, sehingga pemerintah nanti akan sulit untuk mengontrol peredarannya," ucap dia.

Baca juga: Bea Cukai Gagalkan Peredaran Rokok Ilegal Senilai Rp2,9 Miliar di Banyumas

Selain itu menurutnya, aturan zonasi 200 meter untuk penjualan produk tembakau belum tentu dapat dikontrol dampaknya di lapangan sekaligus akan menimbulkan ketidakpastian usaha.

"Selama barang yang dijual (adalah produk) legal, maka sebaiknya diatur saja, tapi jangan sampai ganggu proses penjualannya di lapangan. Sekali lagi, implementasi (dari aturan tembakau di RPP Kesehatan) itu akan berpotensi menimbulkan perdebatan dan ketidakpastian,” terangnya.

Dari sisi peritel, alasan penolakan pasal ini juga didorong kekhawatiran jika terjadi penindakan petugas yang berpotensi merazia penjualan produk tembakau nantinya.

Menurutnya tindakan ini berpotensi mengganggu kehidupan peritel, sementara produk tembakau merupakan komoditas yang menyumbang penerimaan bagi negara dengan angka signifikan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini