TRIBUNNEWS.COM - DPR RI menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan terkait wacana pembatasan penjualan BBM bersubsidi per 17 Agustus 2024.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengaku ragu dengan pernyataan Luhut.
Menurutnya, apa yang dikatakan Luhut tidak sesuai dengan pernyataan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Sri Mulyani, kata Mulyanto, menyampaikan pembatasan distribusi BBM bersubsidi akan dijalankan pada tahun 2025.
Hal itu sebagaimana tercantum dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal tahun 2025.
Politisi Fraksi PKS itu minta Luhut jangan asal bicara kebijakan yang bukan wewenangnya. Karena akan membingungkan masyarakat yang sedang berupaya bangkit dari keadaan yang sulit ini.
“Wacana ini kan sudah lama berkembang, karena diketahui terjadi ketidaktepatsasaran yang memicu ketidakadilan dalam distribusi BBM bersubsidi."
"Di mana orang kaya atau mobil mewah kedapatan masih banyak yang menggunakan BBM bersubsidi,” ungkapnya, dikutip dari keterangan resmi, Jumat (11/7/2024).
Mulyanto mengatakan BBM bersubsidi ditujukan untuk masyarakat miskin dan rentan.
Nyatanya Pemerintah mengambil sikap pembiaran.
“Sementara Pertamina proaktif dengan aplikasi MyPertamina yang melakukan pembatasan penjualan BBM bersubsidi di lapangan. Padahal ini kan aksi korporasi yang tidak ada dasar hukumnya,” lanjutnya.
Baca juga: Tak Satu Suara, Menko Airlangga Sebut Pembatasan BBM Bersubsidi Belum Tentu Diterapkan 17 Agustus
Mulyanto menyoroti ketidaktepatan sasaran dalam pendistribusian BBM bersubsidi yang masih terjadi.
Menurutnya, kendaraan tambang, industri, hingga perkebunan yang semestinya tidak menggunakan BBM bersubsidi nyatanya masih menggunakan BBM itu.
“Jadi Pemerintah wajib menertibkan soal distribusi BBM ini dengan merevisi Perpres terkait agar semakin berkeadilan,” tegasnya.
Kata Luhut
Diketahui, Luhut mengisyaratkan pemerintah akan mulai pengetatan pembelian BBM bersubsidi mulai 17 Agustus 2024.
Luhut menyampaikan, pembatasan dilakukan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran. Sehingga, lanjut dia, pemerintah bisa melakukan penghematan anggaran.
Saat ini, ucap Luhut, PT Pertamina (Persero) tengah menyiapkan regulasi soal pembatasan tersebut.
"Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi," ucap Luhut dalam video, dikutip Rabu (10/7/2024).
Luhut mengutarakan itu, saat membahas pengunaan BBM sehubungan dengan defisit APBN 2024. Menurut Luhut, dengan pembatasan tersebut, pemerintah dapat melakukan penghematan dalam APBN 2024.
Selain pembatasan BBM subsidi, pemerintah juga mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar pengganti BBM yang berbasis fosil.
Kata Pertamina
Sementara itu, Pertamina Patra Niaga menunggu regulasi pemerintah soal pembatasan pembelian subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) per 17 Agustus 2024.
Manager Corporate Communication Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, mengatakan, Pertamina Patra Niaga akan mengikuti regulasi atau peraturan yang ditetapkan Pemerintah.
Secara paralel upaya-upaya subsidi tepat juga terus dilakukan.
"Seperti pendataan pengguna BBM subsidi Biosolar dan Pertalite melalui QR code dan pendataan pengguna LPG 3 kg dengan pendaftaran menggunakan KTP," ujar Heppy kepada Tribunnews, Rabu (10/7/2024).
Hingga saat ini, menurut data Pertamina Patra Niaga, pendaftaran QR code untuk biosolar telah tercapai 100 persen dengan jumlah nopol lebih dari 4,6 juta pendaftar.
"Pertalite telah mencapai lebih dari 4,6 juta pendaftar dan masih terus kami dorong. Untuk LPG 3 kg pendataan mencapai 45,3 juta NIK," terangnya.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Endrapta Pramudhiaz, Dennis Destryawan)