News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Akibat Kasus Korupsi, Luhut Tingkatkan Pengawasan Nikel dan Timah Oleh Simbara

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (22/7/2024).

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masuknya komoditas nikel dan timah ke dalam ekosistem SIMBARA atau Sistem Informasi Mineral dan Batubara Kementerian/Lembaga ternyata berkaitan dengan kasus korupsi timah yang saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Usai kasus tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar pemantauan nikel dan timah oleh Simbara ini bisa dipercepat.

Sebelumnya, hanya batu bara yang dipantau oleh Simbara. Sekarang, nikel dan timah sudah termasuk di dalamnya.

Baca juga: Kementerian Keuangan: Sistem Simbara Sumbang PNBP Sebesar Rp 7,1 Triliun

Luhut mengakui bahwa peluncuran ini sejatinya sudah terlambat. Ia selalu mendorong bawahannya, yaitu Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto, untuk meluncurkan ini.

Puncaknya adalah saat kasus korupsi timah yang melibatkan Harvey Moeis dan Helena Lim sebagai dua dari sekian tersangka.

"Saya senang hari ini kita sudah luncurkan untuk timah. Sebenarnya agak terlambat. Deputi saya, Seto, itu sebenarnya sudah saya dorong untuk meluncurkan ini kira-kira beberapa bulan lalu," kata Luhut dalam Launching Implementasi Komoditas Nikel dan Timah Melalui Simbara yang berlangsung di Jakarta Pusat, Senin (22/7/2024).

"Tapi ada beberapa macam kejadian yang di mana, di korupsi yang timah itu, mendorong kami mempercepat proses ini dan hari ini kita saya pikir sudah bisa lucurkan," lanjutnya.

Luhut pun mengungkap bahwa dengan nikel dan timah masuk ke dalam pemantauan Simbara, negara bisa mendapatkan royalti hingga Rp 10 triliun.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 344/KMK.06/2001, Iuran Eksploitasi (Royalti) adalah iuran produksi yang dibayarkan kepada Negara atas hasil yang diperoleh dari usaha pertambangan eksploitasi sesuatu atau lebih bahan galian.

Baca juga: Usai Nikel-Timah, Pemerintah Segera Awasi Tata Kelola Bauksit hingga Emas Lewat Simbara

"Tadi saya tanya Seto, 'To, ini bisa berapa kita dapat uang?' 'Hanya dari royalti kita bisa dapat Rp 5-10 triliun.' Hanya royalti, tidak bicara pajak," ujar Luhut.

"Jadi, bisa dibayangkan semua. Kalau kita bikin (tata kelola nikel dan timah, red) tertib, bisa hebat," pungkasnya.

Luhut mengatakan, selain mendatangkan penerimaan negara, komoditas yang termasuk dalam pemantauan Simbara ini juga akan lebih ketat pengawasannya.

Bagi perusahaan yang tidak mematuhi peraturan contohnya seperti yang berkaitan dengan lingkungan atau ketenagakerjaan, mereka akan otomatis tidak bisa melakukan ekspor.

"Mau pakai baju kuning, merah, hitam, dia enggak bisa ekspor. Mau tentara, mau polisi yang backing, enggak bisa karena (sudah diawasi oleh) sistem. Jadi, sistem ini akan mendisiplinkan bangsa," pungkas Luhut.

Sebagai informasi, pada Senin ini, peresmian SIMBARA untuk komoditas nikel dan timah Luhut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri ESDM Arifin Tasrif, hingga Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, peluncuran Simbara untuk dua komoditas tersebut melanjutkan keberhasilan di komoditas batubara yang diresmikan pada tahun 2022.

"Melanjutkan keberhasilan Simbara untuk komunitas batubara hari ini kita akan mulai memperluas Simbara untuk komunitas ikel dan timah yang perannya semakin strategis dalam mendukung perekonomian nasional dan global," kata Isa dalam paparannya.

Isa menyampaikan, Indonesia adalah salah satu produsen Nikel dan Timah terbesar di dunia.

Tercatat, cadangan Nikel di Indonesia mencapai sekitar 21 juta ton atau 24 persen dari total cadangan dunia.

Sementara cadangan Timah Indonesia menepati peringkat kedua dunia dengan cadangan sebesar 800 ribu ton atau 23 persen dari cadangan dunia.

Bahkan lanjut Isa, pada tahun 2023 volume produksi Nikel di Indonesia mencapai 1,8 juta metrik ton menepati peringkat pertama di dunia dengan kontribusi sebesar 50 persen dari total produksi Nikel global.

Sedangkan produksi timah Indonesia sebesar 78 ribu ton atau menempati peringkat kedua dunia dengan kontribusi sebesar 22 persen dari total produksi timah global.

Selain itu, Simbara memberikan beberapa dampak positif yaitu pencegahan atas bonus illegal mining senilai Rp3,47 triliun, tambahan penerimaan negara yang bersumber dari data analitik dan juga risk profiling dari para pelaku usaha sebesar Rp2,53 triliun.

"Dan penyelesaian piutang dari hasil penerapan Automatic Locking System yang juga merupakan bagian dari Simbara sebesar Rp1,1 triliun," jelasnya.

Adapun peluncuran Simbara ini lanjut Isa, dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah dan juga pelaku usaha untuk terus memperbaiki tata kelola perusahaan mineral dan batubara di Indonesia.

"Secara khusus acara ini bertujuan untuk memperkuat komitmen instansi-instansi pemerintah untuk terus bersendiri dan berkoordinasi di dalam menyelenggarakan pelayanan untuk pengusaha nikel dan timah di Indonesia," tuturnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini