TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ditjen Bea dan Cukai mencatat peredaran rokok ilegal tahun 2023 melonjak jadi 6,86 persen dan hilangnya potensi penerimaan negara senilai Rp 15,01 triliun.
Menyikapi hal itu, anggota Komisi XI DPR M. Misbakhun berpendapat, penyebab menjamurnya rokok ilegal tidak terlepas dari pengaruh kenaikan harga rokok akibat dorongan tarif cukai serta pajak-pajak lainnya.
Misbakhun mengatakan, secara umum kenaikan harga rokok jauh lebih tinggi dari angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi serta pendapatan konsumen, khususnya golongan menengah-bawah.
"Selain kenaikan cukai, pajak pertambahan nilai (PPN) rokok juga mengalami kenaikan tarif. Hal tersebut pada akhirnya berimbas pada daya beli masyarakat, sehingga rokok ilegal semakin menjamur dan akhirnya terjadi penurunan produksi rokok legal," kata Misbakhun dihubungi, Kamis (25/7/2024).
Menurut politisi partai Golkar, peningkatan tarif cukai tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat. Namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya belinya.
Oleh sebab itu, setiap kenaikan tarif cukai perlu diiringi peningkatan pengawasan yang semakin ketat terhadap sejumlah perusahaan rokok yang diduga memproduksi rokok ilegal.
"Penurunan volume produksi rokok karena merebaknya rokok ilegal tentu merugikan negara," tegasnya.
Misbakhun yang dikenal getol membela petani tembakau itu menegaskan, peningkatan peredaran rokok ilegal justru berdampak negatif bagi kesehatan maupun penerimaan cukai hasil tembakau (CHT).
Lonjakan peredaran rokok ilegal dapat lebih membahayakan kesehatan perokok karena rokok ilegal diproduksi tanpa pengawasan ketat dan tanpa melewati uji laboratorium.
"Selain itu, peningkatan peredaran rokok ilegal menyebabkan negara berpotensi mengalami kehilangan penerimaan dari CHT maupun penerimaan pajak lainnya seperti PPn atau pajak daerah," ujar Misbakhun.
Beberapa kajian ilmiah menegaskan bahwa kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok secara umum selama masih terdapat rokok ilegal.
Kenaikan harga rokok akan menyebabkan perokok mencari alternatif rokok dengan harga yang lebih murah/terjangkau, salah satu alternatifnya adalah rokok ilegal.
"Harga merupakan variabel utama yang dapat mendistorsi perubahan keseimbangan berbagai pilar yang ada dalam IHT (penerimaan, kesehatan, tenaga kerja, dan peredaran rokok ilegal)," imbuhnya.
Baca juga: Bea Cukai Gagalkan Peredaran Rokok Ilegal Senilai Rp2,9 Miliar di Banyumas
Misbakhun meminta pemerintah mempertimbangkan 5 hal krusial dalam merumuskan arah kebijakan cukai yang nantinya akan tertuang dalam dokumen RAPBN 2025.