TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pengamat Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan menanggapi terkait permintaan Prabowo Subianto kepada Putin untuk kerjasama pembangunan reaktor nuklir di Indonesia.
Menurut Syahganda, pembangunan reaktor nuklir di Indonesia saat ini bukan lah prioritas. Demikian pandangan Syahganda Nainggolan menanggapi laporan kantor berita Rusia, Interfax, "Indonesian president-elect saya discussed possible cooperation with Rosatom", Rabu (31/7/2024)
Syahganda mengatakan bahwa tantangan pembangunan energi nuklir bukanlah tergantung adanya potensi kita atas Uranium dan Thorium yang besar, melainkan mentalitas elit bangsa kita yang korup dan pekerja yang kurang disiplin.
"Pengelolaan suatu reaktor nuklir akan menjadi ancaman bencana besar jika tidak mampu dan mempunyai kualitas kerja tinggi. Bahkan, pada urusan kilang minyak saja kita masih sering kebakaran. Bagaimana kalau terjadi kerusakan pada reaktor nuklir?" kata Syahganda dalam keterangannya, Jumat (2/8/2024).
Baca juga: Rahayu Saraswati Sebut Prabowo Akan Manfaatkan Lahan Rusak Jadi Bio Energi Hadapi Perubahan Iklim
Syahganda mengingatkan penolakan warga di Muria, Jawa Tengah, atas rencana PLTN Muria selama ini. Karena mereka takut atas kegagalan yang mematikan seperti ledakan reaktor di Chernobyl , Ukraina, maupun kebocoran PLTN Fukushima Jepang akibat gempa. Seperti kita ketahui korban Fukushima saja sudah mencapai 18.500 jiwa meninggal.
"Jadi, sebaiknya Prabowo konsisten saja pada janji kampanyenya untuk mengutamakan bio energi sebagai upaya ketahanan energi kita ke depan," pungkas Syahganda.
Penjajakan kerja sama
Presiden terpilih RI periode 2024-2029 Prabowo Subianto bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa, Rabu (31/7/2024).
Namun, dalam pertemuan penting itu, Prabowo juga menyampaikan sejumlah harapannya terhadap Rusia.
Selaku Menhan, Prabowo membicarakan terkait peluang kerja sama di sektor energi nuklir.
“Di sektor energi nuklir, kami telah berdiskusi dengan institusi anda, dengan ROSATOM, kemungkinan kerja sama di sektor ini,” katanya.
“Bahkan, reaktor modular kecil dan juga reaktor utama yang sedang kita bahas,” ujar Prabowo lagi.
Tak hanya sektor energi nuklir, ada banyak kerja sama lain yang dijajaki kedua negara, seperti program beasiswa ke Rusia.
Terkait beasiswa pendidikan itu, Prabowo sempat menyinggung soal kekurangan 160.000 dokter yang berstandar World Health Organization (WHO) di Tanah Air.
"Saya berencana untuk memulai program beasiswa besar-besaran untuk mengirimkan mahasiswa kami ke luar Indonesia, terutama untuk pelatihan medis, karena kami kekurangan 160.000 dokter medis," katanya.
Oleh karena itu, Prabowo mengungkapkan keinginannya untuk mengirim anak muda Indonesia belajar di beberapa kampus di Rusia. Sebab, Rusia salah satu negara yang representatif untuk mengembangkan ilmu kedokteran moderen.
Selain tempat yang bagus, Prabowo mengatakan, jejak sejarah pengiriman para pelajar Indonesia ke Rusia juga terlihat pada tahun 1960-an.
Sebagaimana diketahui, Prabowo sempat mengungkapkan rencana membuka beasiswa kedokteran untuk memenuhi kekurangan dokter di Tanah Air, saat debat calon presiden (capres).