TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi pelaku industri produk tembakau alternatif menyatakan keberatan dengan pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Beleid tersebut, semisal, mengatur soal larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari tempat pendidikan atau tempat bermain anak, serta pembatasan iklan di area pintu masuk dan keluar.
Menurut mereka, hal ini berpotensi mengancam industri produk tembakau alternatif, utamanya skala kecil atau usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Sekretaris Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita juga menyayangkan soal larangan penjualan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari tempat pendidikan dan taman bermain anak lantaran tidak mempertimbangkan nasib para pedagang kecil.
Baca juga: Berpotensi Rugikan Ekosistem Tembakau Nasional, P3M Usul Pembatalan PP 28 Tahun 2024
Aturan ini akan sulit diterapkan di perkotaan di mana instansi pendidikan dan tempat bermain begitu banyak dan lokasinya berdekatan satu dengan lainnya.
Belum lagi, banyak pemilik toko rokok elektronik yang sudah menyewa tempat hingga tiga tahun sebelum adanya pengesahan PP Nomor 28 Tahun 2024.
"Kami memahami perlindungan yang ingin diberikan oleh pemerintah terhadap anak di bawah umur, kami pun mendukung akan hal tersebut. Namun, jangan mengorbankan pedagang kecil. Banyak usulan yang bisa kami berikan seandainya diberikan kesempatan," jelas Garindra, Minggu (11/8/2024) kemarin.
“Kita tidak boleh membuat aturan yang menyelesaikan satu masalah dengan membuat masalah yang lain. Sebuah aturan perlu dibuat dengan cermat dengan mendengar dari para praktisinya,” tambahnya.
Garindra juga menegaskan pentingnya peran seluruh pemangku kepentingan dalam merumuskan sebuah kebijakan sebelum diterapkan di masyarakat.
"APVI sangat siap untuk berperan serta dalam penumpasan penjualan produk tembakau ke anak di bawah umur, yang kami butuhkan hanya aturan yang jelas dan tegas. Sehingga, aturan yang dibuat tidak akan menimbulkan masalah yang lain," terangnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Retail Vape Indonesia (ARVINDO), Fachmi Kurnia, juga menyayangkan ketentuan larangan penjualan rokok elektronik dalam radius 200 meter.
“Kami rasa sangat dirugikan, bukan hanya sebagai pengusaha ritel vape tetapi juga pedagang warung yang pendapatannya mayoritas dari menjual produk tembakau. Banyak di antara warung dan toko vape sudah berdiri sebelum sekolah dan taman bermain anak itu ada," terangnya.
Sebagai pemangku kepentingan dari unsur pelaku industri, Fachmi menyarankan supaya implementasi kebijakan pemerintah harus menyeimbangkan antara perlindungan kesehatan masyarakat dan dukungan bagi UMKM. Sehingga, tidak ada salah satu pihak yang dirugikan.
"Yang utama libatkan dulu para pelaku industrinya. Kebijakan apapun yang dibuat harus melindungi para pelaku UMKM. Peraturan yang dibuat sangat ketat dan diterapkan dalam waktu singkat pasti merugikan pelaku UMKM yang perlu waktu lebih lama dibanding korporasi besar untuk beradaptasi terhadap perubahan karena permasalahan modal dan sumber daya lainnya," kata dia.
Fachmi melanjutkan, asosiasi pelaku usaha juga selalu mendukung kebijakan pemerintah dalam menurunkan prevalensi merokok.
Namun, kehadiran PP Kesehatan justru mempersempit ruang gerak produk tembakau alternatif karena produk ini diperlakukan setara dengan rokok. Pemerintah seharusnya melihat produk tersebut sebagai solusi lebih rendah risiko untuk menekan penyakit akibat terkait kebiasaan merokok.
Jika pemerintah serius ingin menekan jumlah perokok dan mengurangi risikonya, Fachmi berharap pemerintah lebih aktif dalam memberikan edukasi komprehensif yang berdasarkan kajian ilmiah terhadap produk tembakau alternatif.