Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM - Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas berada di level 4,63 persen (year on year) pada triwulan II 2024, sedikit turun dari pertumbuhan pada triwulan I-2024 yang sebesar 4,64 persen.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, menyampaikan selama ini sektor industri manufaktur menjadi tulang punggung atau sumber pertumbuhan bagi perekonomian nasional.
Performa industri juga bergantung pada upaya pemerintah dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif.
"Selain karena kondisi ekonomi global yang saat ini belum stabil, aktivitas industri di dalam negeri ikut terdampak akibat adanya regulasi yang tidak memihak kepada pelaku industri. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi yang serius dan benar-benar tepat sasaran," tutur Agus Gumiwang dalam keterangannya, Senin (13/8/2024).
Pertumbuhan industri pengolahan nonmigas didorong oleh permintaan domestik dan luar negeri, seperti industri makanan dan minuman yang tumbuh 5,53 persen, karena didukung peningkatan permintaan domestik untuk produk makanan dan minuman seiring adanya momen Idul Fitri dan Idul Adha, serta panen raya padi yang mendorong dari sisi penyediaan.
Berikutnya, industri logam dasar tumbuh 18,07 persen karena didorong oleh peningkatan permintaan luar negeri, seperti produk besi dan baja serta konsumsi baja nasional.
Selain itu, industri kimia, farmasi dan obat tradisional yang tumbuh 8,01 persen sejalan dengan peningkatan permintaan domestik dan luar negeri.
"Di tengah kinerja gemilang dari sektor-sektor tersebut, industri tekstil dan pakaian jadi justru mengalami terkontraksi sebesar 0,03 persen (y-on-y). Ini diakibatkan oleh penurunan produksi tekstil seiring lonjakan produk tekstil impor yang membanjiri pasar domestik," ungkap Agus.
Selanjutnya, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki juga ikut tumbuh melambat, yaitu sebesar 1,93 persen (yoy).
Baca juga: Indeks Kepercayaan Industri Juli 2024 Kembali Melambat
Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi alas kaki seiring penutupan beberapa pabrik dampak penurunan permintaan domestik dan luar negeri. Penurunan terjadi di Provinsi Banten, Jawa Barat dan DI Yogyakarta.
Melambatnya sektor industri juga tercermin dari Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia kontraksi ke angka 49,3 poin pad Juli 2024.
Sebelumnya, selama 34 bulan berturut-turut PMI Manufaktur Indonesia mampu bertahan di level ekspansi. Selain itu, kondisi sama juga dialami pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 yang turun menjadi 52,4 dari IKI Juni 2024 sebesar 52,5.
Baca juga: OJK: Kinerja Industri Perbankan pada Januari 2024 Tetap Resilien
Perlambatan nilai IKI pada Juli lalu dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.