News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Puan Singgung Utang Besar Pemerintah Jokowi: Penerimaan Pajak Turun, Belanja Subsidi Meningkat

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPR RI Puan Maharani.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengatakan pemerintahan Joko Widodo dalam lima tahun terakhir melakukan penarikan utang dalam jumlah besar.

Selain itu, instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami koreksi sangat dalam untuk menangani berbagai urusan kebutuhan rakyat.

Kondisi ini diperburuk akibat terjadinya guncangan stabilitas perekonomian global yang kian terpuruk dipengaruhi faktor eksternal.

“Pilihan pahit yang kita tempuh dengan penarikan utang yang sangat besar dampak turunnya penerimaan perpajakan, kebutuhan belanja subsidi yang meningkat sangat besar,” ujar Puan dalam Pidato Presiden RI tentang RUU APBN Tahun Anggaran 2025 Beserta Nota Keuangannya di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Ketua DPP PDI Perjuangan itu menyebut dalam lima tahun Indonesia menghadapi berbagai tantangan seperti pandemi Covid-19, regional antar negara, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, krisis pangan hingga krisis energi global.

Berbagai gejolak tersebut mengakibatkan ketidakpastian serta berdampak langsung terhadap aktivitas kehidupan sebagai bangsa dan negara.

"Lima tahun terakhir perjalanan kita seperti berlayar menghadapi terpaan badai gelombang pasang surut yang tidak pernah berhenti," terangnya.

Namun demikian, seluruh pemangku kepentingan, elemen masyarakat termasuk TNI - Polri dapat bergotong royong alhasil kemungkinan terburuk terhadap negara dapat diatasi

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati melaporkan sampai 31 Juli 2024, pemerintah telah menarik utang baru hingga sebesar Rp 266,3 triliun.

Nilai tersebut setara 41,1 persen dari target penarikan utang 2024 yang sebesar Rp 648,1 triliun. Realisasi penarikan utang itu naik 36,6 persen secara year-on-year (yoy).

Baca juga: Akhir Oktober 2023, Utang Pemerintah Melonjak Jadi Rp 7.950,52 Triliun

Sri Mulyani menegaskan langkah ini dilakukan guna merespons pelemahan ekonomi akibat melandainya harga komoditas.

"Realisasi bulan ke tujuh baru 41,1 persen. Tumbuhnya memang cukup tinggi, karena tahun lalu penerimaan kita juga cukup tinggi dari berbagai komoditas yang mengalami booming," kata Menkeu.

Pembiayaan utang sampai Juli 2024 itu antara lain mencakup penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 253 triliun, atau 38 persen dari target sebesar Rp 666,4 triliun.

Pertumbuhannya sendiri tercatat mencapai 37,5 persen secara yoy.

Jadi Beban Pemerintahan Baru

Pemerintahan Prabowo Subianto pada tahun pertama nantinya diperkirakan mengalami kesulitan. Pasalnya, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih lesu hingga pertengahan 2024.

Dewan Perwakilan Rakyat meminta pemerintah lebih selektif menyusun rencana belanja di APBN 2025 lantaran melihat kondisi keuangan negara yang terbatas.

Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan berakhir pada Oktober 2024 ”mewariskan” kondisi kas negara yang cukup menantang bagi tahun pertama pemerintahan Prabowo.

Rezim Jokowi juga menyisakan ”tabungan” negara yang menipis, selain utang jatuh tempo pemerintah yang besar pada 2025.

Kementerian Keuangan mencatat, utang pemerintah pusat yang akan jatuh tempo pada 2025 mencapai Rp 800,3 triliun.

Itu terdiri dari utang dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 705,5 triliun serta utang berbentuk pinjaman (bilateral, multilateral, dan komersial) senilai Rp 94,83 triliun.

Pemerintahan Prabowo juga harus membayar cicilan bunga utang yang jumlahnya semakin besar.

Meski pemerintah masih menghitung angka definitifnya, Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) memperkirakan total pembayaran bunga utang yang harus ditanggung dalam APBN 2025 mencapai Rp 561 triliun, naik dari Rp 497,3 triliun pada APBN 2024.

Di sisi lain, untuk menambal pelebaran defisit di APBN 2024, pemerintahan Jokowi juga akan menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) lebih banyak dari rencana awal.

Baca juga: Sri Mulyani Anggarkan Rp 20,3 Triliun untuk Revitalisasi Sekolah di RAPBN 2025

SAL ibarat tabungan atau dana cadangan negara yang berasal dari akumulasi sisa anggaran yang tidak terpakai dari tahun ke tahun.

Per akhir 2023, total SAL yang terkumpul adalah Rp 459,5 triliun. Awalnya, dalam APBN 2024, pemerintah berencana hanya memakai SAL sebesar Rp 51,7 triliun.

Namun, karena defisit anggaran melebar cukup signifikan pada 2024, pemerintah menambah penggunaan SAL sebesar Rp 100 triliun.

Dengan demikian, total dana SAL yang akan dipakai tahun ini diperkirakan mencapai Rp 151,7 triliun.

Pemakaian SAL tambahan itu membuat dana cadangan negara yang tersisa di kantong SAL adalah Rp 307,8 triliun.

Wakil Ketua Banggar DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, pemerintahan Prabowo akan menghadapi kondisi yang tidak mudah di tahun pertamanya menjabat.

Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Prabowo-Gibran Terlalu Ambisius

Kondisi perekonomian global yang tidak baik-baik saja menambah tekanan pada perekonomian domestik dan kondisi keuangan negara.

Selain ”warisan” utang jatuh tempo yang besar pada 2025 dan tabungan SAL yang menipis di APBN, penerimaan negara juga melambat akibat kondisi ekonomi dunia yang lesu.

Kinerja pendapatan yang lesu sepanjang tahun ini berpotensi membuat pemerintah sulit ”menabung” alias menambah dana SAL guna mengantisipasi ketidakpastian ekonomi tahun depan.

”Kondisi fiskal penuh keterbatasan. Kita sudah melihat bahwa dalam outlook APBN 2024, penerimaan negara di sisa tahun ini tidak akan sesuai target. Ini menjadi beban untuk pemerintahan baru,” kata Cucun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini