Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Pergerakan harga minyak dunia dilaporkan merosot, anjlok ke posisi terendah dalam 6 bulan pada akhir perdagangan komoditas New York, Kamis (22/8/2024).
Mengutip dari Reuters, Harga Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk perdagangan bulan Oktober 2024 anjlok sekitar 1,7 persen ke kisaran 71,75 dolar AS per barel, setelah Sebelumnya sempat naik ke level 74,16 dolar AS per barel.
Penurunan serupa juga terjadi pada perdagangan minyak mentah berjangka jenis Brent yang dilaporkan turun 1,49 persen menjadi 76,05 dolar AS per barel setelah sempat rebound ke 78,20 dolar AS per barel.
Baca juga: Resesi Amerika Bikin Harga Minyak Dunia Meroket, Brent Dekati 79 Dolar AS per Barel
Adapun penurunan ini terjadi buntut ketegangan investor jelang rapat pemangkasan suku bunga yang dilakukan Bank sentral AS The Fed, Risalah Fed mengungkapkan bahwa sebagian besar pejabat Fed condong ke arah potensi penurunan suku bunga sebesar 0,25 persen atau sekitar 50 bps pada pertemuan tanggal 17-18 September.
Penundaan pelonggaran kebijakan moneter dan mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama memiliki implikasi besar pergerakan harga minyak dunia.
Lantaran keputusan ini berpotensi Sikap The Fed memicu kekhawatiran pertumbuhan ekonomi terkait adanya melambat permintaan bahan bakar.
Tak hanya dibebani keputusan The Fed, harga minyak anjlok dalam perdagangan 24 jam terakhir lantaran adanya penurunan stok minyak. Menurut catatan Badan Informasi Energi (EIA) stok minyak mentah AS, persediaan bensin dan sulingan turun 4,6 juta barel menjadi 426 juta mingguan.
Ketegangan investor semakin diperparah dengan adanya kekhawatiran tentang kelemahan ekonomi di Tiongkok, yang dapat mengurangi permintaan minyak mentah, semakin menekan harga minyak.
Serangkaian tekanan ini yang membuat Harga minyak mentah untuk kontrak berjangka WTI dan Brent gagal mencatatkan kenaikan, anjlok dalam 3 hari berturut-turut.
"Permintaan global yang lemah dan potensi ancaman OPEC+ yang akan membatalkan pemangkasan produksi telah membebani harga minyak," kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova, soraya menambahkan bahwa konflik di Timur Tengah dan ketegangan geopolitik di tempat lain meningkatkan risiko ke arah kenaikan.