TRIBUNNEWS.COM - Aksi penghancuran jaringan pipa gas bawah laut Nord Stream yang mengalirkan gas dari untuk memasok kebutuhan Jerman oleh Amerika Serikat nyatanya malah bikin perekonomian Jerman babak-belur.
Perekonomian Jerman kini mengalami tekanan berat dan memicu tren deindustrialisasi. Sabotase AS atas pipa gas Nord Stream dan sejumlah sanksi ekonomi terhadap Rusia membuat mendatangkan malapetaka bagi Jerman.
Perusahaan manufaktur otomotif seperti Volkswagen mempertimbangkan menutup pabriknya karena karena Jerman mengalami tren deindustrialisasi. Volkswagen juga berencana melakukan pemutusan perjanjian kerja ke sejumlah pekerjanya.
Dalam pernyataan resminya pada hari Senin, Volkswagen menyatakan tidak dapat mengesampingkan kemungkinan penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja.
Perusahaan berupaya memangkas lebih dari 4 miliar euro atau 4,25 miliar dolar AS dari yang direncanakan semula dalam rencana penghematan besar-besaran.
Dewan direksi mengatakan bahwa strategi saat ini untuk menawarkan kontrak yang dikurangi dan paket pesangon kepada karyawan yang mendekati masa pensiun tidak lagi cukup untuk memenuhi target perusahaan, dan mengumumkan akan mengakhiri program keamanan kerja yang telah berlaku sejak tahun 1994.
"Industri otomotif Eropa saat ini berada dalam posisi yang menantang dan serius," kata kepala eksekutif Volkswagen Oliver Blume.
"Lingkungan ekonomi telah memburuk dan pesaing baru mulai bergerak maju ke Eropa. Jerman tertinggal sebagai lokasi yang kompetitif. Sebagai sebuah perusahaan, kami harus bertindak."
Secara internal, merek eponim Volkswagen telah tertinggal dari merek anak perusahaan Skoda, Seat, dan Audi. Serangkaian pemangkasan yang diumumkan pada tahun 2023 seharusnya dapat membalikkan keadaan dengan menghemat sekitar 10 miliar euro pada tahun 2026, karena Volkswagen berupaya untuk merampingkan pengeluaran agar dapat bertahan dalam transisi ke mobil listrik.
Namun, surat kabar keuangan Jerman Handelsblatt kini melaporkan bahwa penghematan tambahan sebesar 4 miliar euro juga perlu ditemukan.
Baca juga: BYD Luncurkan Sedan Listrik Mewah Pesaing Nissan Sylphy dan VW Lavida
Jika rencana Volkswagen ini benar-benar direalisasikan, maka akan menjadi penutupan pabrik pertama kalinya oleh Volkswagen di Jerman dalam 87 tahun sejarah perusahaan tersebut berdiri.
Ketua Dewan Pekerja Volkswagen, Daniela Cavallo, menegaskan menolak rencana tersebut yang ia kecam sebagai "serangan terhadap lapangan kerja, pabrik, dan kontrak kami."
"Masa depan [merek] Volkswagen, jantung perusahaan, dipertanyakan dan kami akan menolak dengan keras. Tidak akan ada penutupan rencana Volkswagen bersama saya," ujarnya dikutip kantor berita Jerman, DPA.
Baca juga: Volkswagen Akhirnya Bikin Mobil Listrik Harga Rp 300 Jutaan, Ini Bentuknya
Serikat pekerja IG Metall menyebut pengumuman itu sebagai keputusan yang tidak bertanggung jawab yang "mengguncang fondasi" perusahaan, yang merupakan pemberi kerja industri terbesar di Jerman dan produsen mobil teratas di Eropa dalam hal pendapatan.
Pimpinan Volkswagen Thomas Schäfer mengatakan tantangan semakin kuat. Jadi, kami harus berusaha lebih keras untuk menciptakan kondisi bagi keberhasilan jangka panjang.
Ekonomi Jerman Terseok
Pertumbuhan ekonomi Jerman sendiri saat ini sedang terseok di bawah Kanselir Jerman Olaf Scholz yang namanya kurang populer.
Industri otomotif Jerman juga mengalami tekanan berat dengn membanjirnya impor mobil listrik dari China.
"Kondisi ekonomi menjadi lebih sulit dan pemain baru terus masuk ke Eropa," kata CEO VW Oliver Blume, merujuk masuknya kendaraan listrik buatan China dengan harga murah dan berteknologi tinggi yang kini membanjiri pasar Jerman dan negara-negara lain.
"Jerman sebagai lokasi bisnis semakin tertinggal dalam hal daya saing," ujarnya dikutip Sputnik Global. Selama bertahun-tahun, Jerman merupakan pusat industri di Eropa ditopang oleh pasokan gas alam dari Rusia.
Akses terhadap pasokan energi yang murah dari Rusia membuat rumah-rumah tetap hangat dan industri tetap bergairah saat jaringan pipa Nord Stream mengangkut bahan bakar dari Rusia ke Eropa.
Namun pasokan gas ke Jerman terhenti sejak 2022 setelah peluncuran operasi militer khusus Rusia di Ukraina, yang memicu sanksi signifikan yang didukung Barat terhadap Moskow.
Pengalihan gas melalui jaringan pipa Nord Stream telah melambat setelah pemberlakuan tindakan ekonomi yang memaksa, tetapi penghinaan bertambah parah pada bulan September ketika jaringan pipa tersebut mengalami ledakan dahsyat.
Sabotase infrastruktur Rusia-Jerman secara luas diasumsikan telah dilakukan oleh atau atas perintah Amerika Serikat.