TRIBUNNEWS.COM - Rencana mengganti susu sapi ke susu ikan di Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Prabowo Subianto menjadi sorotan media Singapura, The Straits Times.
Lewat sebuah artikel berjudul Fish milk instead of cow’s milk? Idea for Prabowo’s free lunch scheme creates a stir in Indonesia, The Straits Times mempertanyakan keseriusan pemerintahan Prabowo dalam menjalankan program Makan Siang Bergizi Gratis ke masyarakat.
Menurut The Straits Times, rencana penggunaan “susu ikan” sebagai bahan dalam program makan siang gratis Presiden terpilih Prabowo Subianto telah menimbulkan kehebohan di masyarakat.
"Sebagian orang mempertanyakan apakah solusi tersebut benar-benar menyehatkan atau hanya sulit diterima," tulisnya.
Di Indonesia, susu ikan dibuat dari protein ikan produksi lokal yang diolah menjadi bentuk bubuk dan kemudian diubah menjadi cairan dan diberi rasa untuk menyembunyikan asal usulnya yang “amis”.
Pembicaraan tentang penggunaan susu ikan untuk program makan siang gratis dimulai pada awal September, ketika presiden direktur perusahaan makanan lokal ID Food, Sis Apik Wijayanto, mengumumkan bagaimana penelitian sedang dilakukan untuk mencari alternatif pengganti susu sapi.
“Mungkin ada produk alternatif yang bisa menggantikan susu sapi. Semuanya sedang dipelajari. Misalnya susu dari ikan juga ada,” ujarnya kepada wartawan, 4 September di Jakarta.
Dilaporkan bahwa ID Food akan dilibatkan dalam peluncuran rencana makan Pak Prabowo.
Program ini, yang secara resmi akan dimulai pada bulan Januari 2025, akan menelan biaya 71 triliun rupiah untuk menyediakan makan siang setiap hari bagi semua anak di negara ini.
Pemerintah Indonesia memainkan peran penting dalam peluncuran susu ikan pada tahun 2023. Produk ini dikembangkan sebagai bagian dari upaya yang didukung pemerintah yang dipimpin oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk melakukan hilirisasi produk perikanan dan memanfaatkan sumber daya ikan nusantara yang melimpah.
Perusahaan lokal, seperti Beri Protein, telah terlibat dalam pengembangan dan produksi susu ikan, bekerja sama dengan perusahaan milik negara seperti ID Food untuk mempromosikan dan meningkatkan skala produk.
Informasi penjualannya belum tersedia, namun susu ikan tersedia untuk dijual di platform e-commerce di Indonesia. Hidrolisat protein ikan, bahan dasar senyawa ini, telah digunakan terutama sebagai suplemen atau bahan tambahan, bukan sebagai pengganti susu langsung.
Kekhawatiran muncul dari para pengkritik program makan siang tersebut mengenai apakah pasokan susu sapi di Indonesia dapat memenuhi kebutuhan rencana tersebut atau tidak.
Baca juga: PB IDI Dukung Susu Ikan, Bisa Bantu Atasi Stunting dan Penuhi Kebutuhan Gizi Anak
Data resmi menunjukkan bahwa produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memasok sekitar 22,7 persen dari kebutuhan negara; sisanya harus diimpor.
Permintaan susu meningkat, dan produksi lokal tidak dapat mengimbanginya – produksi menurun dari 951.003 ton pada tahun 2018 menjadi 837.223 ton pada tahun 2023.
Khodijah A Zahir, manajer program Beri Protein, sebuah perusahaan Indonesia yang memproduksi susu ikan, mengatakan pada 12 September bahwa perusahaannya telah bertemu ID Food untuk membahas bagaimana produksi dan pengembangan produk dapat dikembangkan.
Pemerintah sejauh ini belum mengumumkan apapun mengenai penggunaan susu ikan, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan.
Baca juga: Apakah Kandungan Gizi dari Susu Ikan Setara dengan Susu Sapi? Begini Kata Dokter
Pada tanggal 10 September, saat menjawab pertanyaan media, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan bahwa meskipun belum ada rencana resmi untuk menyediakan susu ikan dalam program makan siang gratis, hal ini akan “mengakomodasi segala hal yang baik”.
Namun para pengkritik susu ikan mengatakan susu ikan mungkin bukan alternatif terbaik untuk anak-anak, mengingat susu ikan mengandung kadar gula yang tinggi dan mengingat kurangnya dukungan ilmiah mengenai manfaat kesehatan jangka panjangnya.
Ahli gizi dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, Fitri Hudayani, mengatakan kepada Antara bahwa ada juga risiko produk tersebut mengandung alergen.
Ia juga dikenal memiliki rasa dan aroma yang kuat, dengan tekstur lebih encer yang mungkin tidak menarik bagi banyak orang.
Namun para pendukungnya telah menunjukkan bagaimana produk tersebut dapat menjadi alternatif ramah lingkungan dibandingkan susu sapi, yang umumnya membutuhkan lebih banyak sumber daya untuk memproduksinya dan memiliki dampak yang lebih besar terhadap lingkungan.
Di situsnya, produsen susu ikan Forayya mengatakan produk tersebut menyediakan asam amino esensial, serta Omega-3 dan Omega-6 alami untuk mendukung perkembangan otak dan meningkatkan daya ingat, konsentrasi, dan kecerdasan kognitif.
Para pejabat juga membela susu ikan, dengan mengatakan bahwa susu ikan adalah makanan yang hemat biaya dan pengembangannya dapat ditingkatkan bila diperlukan.
“Sedangkan potensi ikan laut kita sangat besar,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Teten Masduki kepada Kompas.com.
“Susu ikan dihasilkan dari ekstrak protein ikan atau hidrolisat yang diolah dari ikan murah yang banyak tersedia.”
Penggunaan Influencer Kecewakan Masyarakat
The Traits Times juga menulis, alokasi dana publik untuk membayar influencer untuk mempromosikan rencana makan siang gratis telah membuat beberapa netizen kecewa.
Pada tanggal 11 September, pemerintah mengumumkan bahwa mereka akan menyisihkan 10 juta rupiah untuk membayar influencer yang mempromosikan menu makanan tersebut, yang sudah diuji coba di wilayah seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Menteri Komunikasi Budi Arie Setiadi mengatakan Indonesia sedang berusaha mencari cara untuk meyakinkan warganya tentang pentingnya program tersebut. Lebih dari 20 persen anak-anak Indonesia di bawah usia lima tahun mengalami pertumbuhan terhambat pada tahun 2022, menurut PBB.
Pemerintah akan menggunakan sebanyak mungkin saluran atau platform untuk melakukan hal ini, sehingga masyarakat “dapat mengetahui betapa pentingnya hal ini”, kata Budi.