News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Akui Harga Beras di Indonesia Termahal di ASEAN, Ini Penyebabnya

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Bank Dunia atau World Bank mengungkap harga beras di Indonesia konsisten lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya. 

Akibatnya, kata Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, East Asia and Pacific dari World Bank Carolyn Turk, konsumen Indonesia harus membayar makanan mereka lebih mahal karena harga beras yang tinggi. 

"Kami memperkirakan bahwa konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka daripada yang seharusnya mereka bayar di pasar bebas," katanya ketika memberi sambutan di acara Indonesia International Rice Conference 2024 yang berlangsung di Bali International Convention Center, Kamis (19/9/2024).

Di saat harga beras di Indonesia menjadi yang termahal, petani di RI justru mendapatkan pendapatan yang rendah. 

Carolyn menyebut kebanyakan pendapatan petani marjinal seringkali jauh di bawah upah minimum sampai di bawah garis kemiskinan.

"Bercocok tanam padi di Indonesia secara umum menghasilkan keuntungan yang cukup rendah. Hampir 87 persen petani Indonesia memiliki lahan kurang dari dua hektare dan dalam kelompok ini dua pertiganya memiliki lahan kurang dari setengah hektare," ujarnya. 

Merujuk hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, Carolyn mengatakan pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari satu dolar AS sehari atau 341 dolar AS setahun. 

Survei tersebut juga menyoroti bahwa pendapatan dari bercocok tanam tanaman pangan, khususnya padi, jauh lebih rendah daripada pendapatan dari tanaman perkebunan atau dari pertanian hortikultura

"Jadi, keuntungan yang diperoleh dari bercocok tanam padi rendah. Di sisi lain, konsumen membayar harga beras yang tinggi," tutur Carolyn. 

Menurut dia, harga beras di Indonesia bisa mahal karena sebagian disebabkan oleh beberapa kebijakan yang mendistorsi harga, sehingga menaikkan harga produksi dan melemahkan daya saing pertanian.

"Distorsi harga juga dapat disebabkan oleh tindakan non-tarif yang melampaui pembatasan kuantitatif impor," jelas Carolyn. 

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini