News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Menkes Sebut Sedang Diskusi dengan Pengusaha terkait Wacana Kemasan Rokok Polos 

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kesehatan (Kesehatan) Budi Gunadi Sadikin angkat suara perihal polemik terkait kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai turunan PP Nomor 28 Tahun 2024. 

Menkes Budi mengaku, pihaknya tengah mendiskusikan perumusan masalah tersebut dengan para pengusaha.

"Ya memang itu sedang dikaji. Kami sedang mengajak diskusi mitra bisnis kita," ucap Menkes Budi saat menghadiri peluncuran buku biografi berjudul Authorized Biography Sri Mulyani Indrawati NO LIMITS "Reformasi Dengan Hati" di Gedung Dhanapala, Jakarta Pusat, Jumat (20/9/2024) malam.

Baca juga: GAPPRI: Pemerintah Kehilangan Pendapatan Rp 53 Triliun, 28 Persen Perokok Konsumsi Rokok Ilegal

Ia melanjutkan, para pengusaha yang sedang diajak diskusi bersama Kementerian Kesehatan adalah para Asosiasi terkait.

"Walaupun (mereka) agak sibuk dengan isu Kadin, tapi kita diskusi. (Perkembangannya) bagus," pungkasnya.

Sebelumnya, pengusaha hingga para pelaku industri merespon adanya wacana standardisasi kemasan polos tanpa merek untuk produk tembakau maupun rokok elektronik.

Jika hal tersebut terjadi, maka akan berdampak terhadap keberlangsungan industri tembakau di dalam negeri.

Baca juga: GAPPRI: Kewajiban Kemasan Produk Tembakau Dibuat Polos Sama Saja Berikan Karpet Merah Rokok Ilegal

Hal ini diutarakan oleh asosiasi lintas sektor dalam pernyataan sikap penolakan atas berbagai kebijakan kontroversial terkait pengaturan produk tembakau pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 serta Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang menjadi aturan turunannya.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky Sibarani mengatakan, kebijakan tersebut menimbulkan polemik dan ketidakpastian berusaha bagi para pelaku usaha di berbagai sektor.

Menurutnya, berbagai tekanan regulasi industri hasil tembakau dirasa cukup memberatkan bagi multisektor yang berkaitan baik dengan pertembakauan.

Sebagai komoditas dengan kontribusi yang besar, Apindo menilai pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan dan melihat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lainnya.

Di Indonesia, industri tembakau menyerap jutaan tenaga kerja dari petani, pekerja, pedagang dan peritel, hingga industri kreatif.

Sehingga, pengambilan kebijakan di Indonesia tidak bisa hanya mengacu dari negara-negara tertentu tanpa adanya pendalaman budaya.

“Kami melihat terdapat proses yang tidak tepat dalam proses penyusunan kebijakan ini, baik PP 28/2024 maupun RPMK dikarenakan minimnya pelibatan industri. Hal ini akan memicu kontraksi berkepanjangan," papar Franky di Kantor Apindo, Rabu (11/9/2024).

"Padahal seharusnya pengambil kebijakan perlu berhati-hati dalam mengeluarkan peraturan yang akan mengancam kontraksi berkepanjangan," sambungnya.

Sementara, Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan menekankan bahwa industri hasil tembakau tidak hanya pelaku usaha, tetapi mata rantai ekonomi dan budaya industri hasil tembakau yang sangat besar.

Maka wacana kebijakan kemasan polos tanpa merek bagi produk tembakau dalam RPMK akan memberikan dampak serius atas kebijakan yang makin eksesif dan mengakibatkan kontraksi dari sisi pendapatan negara juga ketenagakerjaan.

"Oleh karena itu, kami menyatakan dengan tegas menolak aturan tersebut,” tutur Henry.

Ia juga sepakat dengan pemerintah untuk tidak menjual produk tembakau kepada anak-anak karena selama ini pihaknya telah berkomitmen mencegah akses pembelian produk tembakau di bawah umur.

Selama ini, GAPPRI mengaku telah patuh kepada negara dan terus menegakkan komitmen pencegahan perokok anak, sehingga aturan terbaru ini justru akan memberikan dampak negatif kepada mata rantai industri hasil tembakau dari hulu hingga ke hilir.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini