Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap bahwa batik dari Indonesia memiliki nilai ekspor yang tinggi.
Hal itu tak lepas dari batik yang merupakan warisan budaya Indonesia, sehingga memiliki nilai ekspor yang tinggi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, nilai produk batik pada Januari-Juli 2024 mencapai 9,45 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 142,7 miliar (kurs Rp 15.101).
Baca juga: Antusiasme Relawan Bersihkan Kampung Batik Laweyan Solo, Rayakan Bulan Bersih Surakarta
Sementara itu, nilai impor pada periode yang sama tercatat sebesar 350 ribu dolar AS.
Sama halnya dengan periode sebelumnya, postur ekspor lebih tinggi dibanding impor.
Pada 2023, nilai ekspor produk batik sebesar 17,5 juta dolar AS dan impornya 800 ribu dolar AS.
Pada 2022, ekspor sebesar 25,3 juta dolar AS, impor sebesar 1 juta dolar AS. Pada 2021, ekspor sebesar 24 juta dolar AS, impor sebesar 1,2 juta dolar AS.
"Kita lihat di data memang dari Januari-Juli tahun 2024 ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya juga posturnya sama, jadi ekspornya lebih besar dari impor," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita dalam konferensi pers Hari Batik Nasional 2024 di Jakarta Selatan, Kamis (26/9/2024).
"Kalau impor kita bingung nih, impor apa nih ya? Nah umumnya memang impor ini sudah dalam bentuk mungkin home decornya," lanjutnya.
Reni juga mengungkap bahwa industri batik telah menyerap ratusan ribu tenaga kerja.
Baca juga: Cerita Peserta Pameran Handicraft Indonesia di Jepang, Omset Rp 50 Juta Per Hari hingga Batik Diburu
Merujuk data dari Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Kemenperin, industri batik telah menyerap sekitar 200 ribu tenaga kerja.
"Kemudian yang patut kita garis bawahi di sini ada tenaga kerja yang besar sekali, hampir 200 ribu tenaga kerja," ujar Reni.
Tenaga kerja tersebut tersebar di 201 sentra industri batik di 11 provinsi, sebagaimana ditunjukkan dari data milik Direktori Sentra Industri Indonesia BPS tahun 2020.
Masih merujuk sumber data yang sama, Reni mengungkap ada 5.946 IKM di Indonesia.
Kemenperin pun mengkategorikan suatu daerah sebagai sentra jika memiliki minimal 5 IKM pengrajin batik atau IKM dengan proses produksi sejenis.
"Minimal dia bisa menghasilkan kain batik atau dia membuat fesyen batik, itu bisa disebut sentra," ucap Reni.
Jawa Tengah merupakan provinsi dengan jumlah sentra terbanyak, yaitu 72. Diikuti Jawa Timur dengan 62 sentra dan Yogyakarta dengan 23 sentra.
Provinsi di luar Pulau Jawa dengan jumlah sentra terbanyak adalah Jambi dengan 20 sentra. Reni mengungkap tidak ada sentra di Papua karena IKM batik di sana belum memenuhi kriteria.
"Kalau ditanya, kok itu di Papua enggak ada? Padahal, Papua ada batik. Nah disana mungkin yang ada hanya IKM-nya atau pengerajinnya, tapi dia belum memenuhi kriteria sentra," jelas Reni.
"Jadi kalau sentra kan minimal ada 5 IKM yang bergabung, nah ketika dia sentra itulah memungkinkan kementerian dan industri melakukan fasilitasi dari peralatan mesinnya. itu bisa gratis bisa hibah," tuturnya.