Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya kenaikan tajam sebesar 89,20 persen secara tahunan (year on year) pembiayaan konsumtif masyarakat Indonesia yang memanfaatkan skema Beli Sekarang Bayar Nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL).
Jika ditotal, angkanya mencapai Rp 7,99 triliun per Agustus 2024.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK, Agusman berujar, meski pembiayaan Paylater naik, rasio pembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross terjaga di posisi 2,52 persen.
"Piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan (PP) per Agustus 2024 meningkat sebesar 89,20 persen yoy menjadi Rp7,99 triliun," ujar Agusman di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Saat ini, OJK masih mengkaji aturan terkait BNPL. Misalnya, mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, serta manajemen risiko.
"Perkembangan industri fintech juga diiringi dengan banyak tantangan. Sampai saat ini masih terdapat sejumlah penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum," tambah Agusman.
OJK mencatat per Agustus 2024, dari total 147 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, sebanyak enam perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.
Baca juga: OJK Cabut Pembatasan, Akulaku PayLater Kembali Salurkan Pembiayaan
Kemudian, per September 2024, terdapat 16 dari 98 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar.
"Dari 16 penyelenggara P2P lending tersebut, enam sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor," imbuh Agusman.