TRIBUNNEWS.COM – Petani tembakau merasa sedikit lega dengan keputusan pemerintah yang tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025.
Kusnasi Muhdi, Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), menyatakan kebijakan ini menimbulkan harapan bagi petani di tengah tekanan berbagai peraturan.
"Peraturan yang ada sangat menekan sektor hilir dan berdampak pada kami di hulu. Kami berharap keputusan ini disertai perlindungan terhadap komoditas tembakau serta pemberdayaan petani," ujar Muhdi melalui keterangan kepada Tribunnews, Kamis (17/10/2024).
Muhdi menekankan pentingnya pemerintah melihat kondisi nyata di lapangan, di mana kuantitas dan kualitas tembakau yang dihasilkan petani terus meningkat.
Ia mengatakan produktivitas petani yang saat ini terserap dengan baik, harus terus dijaga agar petani semakin mandiri dan sejahtera.
Ia mencontohkan, luas lahan tembakau di Lamongan meningkat dari 8.337 hektare menjadi 9.638 hektare, dengan kualitas dan harga komoditas yang tetap kompetitif.
"Kami membutuhkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan kesejahteraan petani melalui program pemberdayaan dan kebijakan yang mendukung, termasuk kebijakan CHT tahun 2025," lanjut Muhdi.
Baca juga: Petani Tembakau Jawa Timur Bersatu Tolak Regulasi yang Mengancam Mata Pencaharian
Ia juga mengingatkan bahwa kebijakan pemerintah, baik fiskal maupun non-fiskal, harus mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit, termasuk keterbatasan lapangan pekerjaan.
Muhdi memperingatkan agar kenaikan cukai di masa depan tidak memberatkan petani.
"Apapun peraturannya, khususnya yang terkait dengan pengaturan tembakau, kami berharap petani agar dapat dilibatkan dan keberlangsungan sawah ladang kami bisa dipikirkan."
"Pemerintah harus mempertimbangkan matang-matang dampak dari semua peraturan ataupun kebijakan yang ada."
"Jangan sampai cukai tidak naik tahun depan, tetapi melonjak berlipat ganda di tahun-tahun berikutnya, karena itu akan menghancurkan mata pencaharian kami," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman, juga menyambut baik keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan CHT pada 2025.
Menurutnya, kebijakan ini menunjukkan perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) dan enam juta tenaga kerja di dalamnya.
Ia menegaskan bahwa komitmen pemerintah harus berlanjut agar industri ini tetap stabil dan berkembang.
"Harapannya komitmen pemerintah untuk menjaga keberlangsungan IHT dan 6 juta tenaga kerja di dalamnya juga terwujud di tahun-tahun berikutnya."
"Jangan sampai, ketika di tahun 2026 ada lonjakan tarif yang tinggi, maka akan semakin menekan sektor manufaktur ini. Apalagi mengingat situasi ekonomi saat ini cukup berat, lapangan pekerjaan makin sulit, beban untuk IHT bertumbuh pun semakin berat," ujar Budhyman.
Baca juga: Polemik Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, APTI: Petani Tembakau Kena Dampak Negatif
Budhyman menyoroti pentingnya kepastian dalam berusaha dan serapan tenaga kerja sebagai dua faktor utama yang harus diperhatikan pemerintah dalam menetapkan kebijakan CHT.
Ia mengingatkan pengalaman tahun 2019 ketika tidak ada kenaikan cukai, tetapi diikuti lonjakan lebih dari 20 persen pada 2020. Situasi ini, diperburuk oleh pandemi COVID-19, menyebabkan penurunan drastis dalam kinerja IHT dan sulitnya pemulihan sektor ini.
Budhyman menegaskan bahwa ekosistem pertembakauan di Indonesia sangat kompleks, dan kebijakan yang menekan satu elemen akan berdampak pada elemen lainnya.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari setiap kebijakan cukai yang diambil, mengingat banyak pihak yang terlibat mulai dari petani hingga konsumen.
"Semua kebijakan dan peraturan, harapan kami pemerintah dapat memitigasi dampak jangka panjangnya. Ada petani tembakau, petani cengkeh, pekerja sektor manufaktur, pedagang, pabrik hingga konsumen yang akan terbebani ketika ada ketidakpastian mengenai kebijakan cukai. Dampak negatifnya masif," tutupnya. (*)